ul#menu { margin:0; padding:0; list-style-type:none; width:auto; position:relative; display:block; height:30px; font-size:12px; font-weight:bold; background:transparent url(http://i48.tinypic.com/2zgf4mo.jpg) repeat-x top left; font-family:Arial, Helvetica, sans-serif; border-bottom:1px solid #000000; border-top:1px solid #000000; } ul#menu li { display:block; float:left; margin:0; padding:0; } ul#menu li a { display:block; float:left; color:#999999; text-decoration:none; font-weight:bold; padding:8px 20px 0 20px; } ul#menu li a:hover { color:#FFFFFF; height:22px; background:transparent url(http://i48.tinypic.com/2zgf4mo.jpg) 0px -30px no-repeat; } ul#menu li a.current { display:inline; height:22px; background:transparent url(http://i48.tinypic.com/2zgf4mo.jpg) 0px -30px no-repeat; float:left; margin:0; }

Monday 16 August 2010

AMAR MA'RUF NAHII MUNGKAR

Amar Ma’ruf Nahi Mungkar
Rabu, 04 Agustus 04
Bacaan Khutbah Pertama :
إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهْ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. أَشْهَدُ أَنَّ لاَ إِلَهَ إِلاَّ الله وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. أَمَّا بَعْدُ؛
فَإِنَّ أَصْدَقَ الْحَدِيْثِ كِتَابُ اللهِ وَخَيْرَ الْهَديِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ صَلَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَشَرَّ الأُمُوْرِ مُحَدَثَاتُهَا، وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلةٍ وَكُلَّ ضَلاَلَةٍ فِي النَّارِ.
يَاأَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ.
يَاأَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوْا رَبَّكُمُ الَّذِيْ خَلَقَكُمْ مِّنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيْرًا وَنِسَآءً وَاتَّقُوا اللهَ الَّذِيْ تَسَآءَلُوْنَ بِهِ وَاْلأَرْحَامَ إِنَّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا.
يَاأَيُّهَا الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ وَقُوْلُوْا قَوْلاً سَدِيْدًا. يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُوْلَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيْمًا.

Sidang Jum’ah yang dimuliakan Allah ……
Saya wasiatkan kepada diri saya pribadi dan jama’ah sekalian untuk selalu bertaqwa kepada Allah Subhannahu wa Ta'ala dengan selalu melaksanakan perintah serta menjauhi larangNya.

Sidang Jum’ah yang dimuliakan Allah …
Saya wasiatkan kepada diri saya pribadi dan jama’ah sekalian untuk selalu bertaqwa kepada Allah Subhannahu wa Ta'ala dengan selalu melaksanakan perintah serta menjauhi larangNya.

Sidang Jum’ah yang dimuliakan Allah …
Dalam khutbah ini saya akan menyampaikan masalah yang berkenaan dengan amar ma’ruf nahi mungkar. Sejenak marilah kita amati dan cermati keadaan masyarakat kita, mereka tenggelam dalam kemungkaran, kemaksiatan dan kedurhakaan kepada Allah Subhannahu wa Ta'ala di antaranya adanya kasus KKN (korupsi, kolusi dan nepotisme), manipulasi, penipuan, perampokan, pencurian, pembunuhan, pemerkosaan, adanya pasangan zina PIL (pria idaman lain) dan WIL (wanita idaman lain), penyelewengan/ penyimpangan seks dan lain sebagainya.

Sehingga kalau kita cermati banyak faktor kenapa kemungkaran-kemungkaran itu dilakukan masyarakat. Di antaranya faktor-faktor tersebut ialah:

1. Kebodohan umat terhadap ajaran dien.

Masyarakat kita memang mayoritas muslim tetapi mayoritas pula dari mereka tidak tahu dengan ajaran dien-nya sendiri. Sehingga kita ketahui banyak orang yang mengaku Islam, namun tidak mengetahui apa ajaran Islam itu, apa yang diperintahkan Islam dan apa yang dilarang Islam. Sehingga tidak jarang kita dapati orang yang melakukan kemungkaran namun ia anggap itu hal biasa atau bahkan dianggap sebagai suatu kebenaran. Keadaan seperti ini kalau kita biarkan maka akan terus berlanjut dan masyarakat kita akan tetap tenggelam dalam kubangan lumpur kemungkaran. Tentu kita semua berhasrat merubah keadaan masyarakat kita kepada yang lebih baik dalam takaran syariat Islam. Maka mari kita ajak masyarakat untuk kembali mendalami ajaran dien kembali kepada Islam secara keseluruhan. Firman Allah:

“Hai orang-orang yang beriman, masuklah kalian ke dalam Islam secara keseluruhan dan janganlah kamu ikuti langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya saitan itu musuh yang nyata bagimu.” (Al-Baqarah: 208).

Menurut Ibnu Abbas, Mujahid, Thawus, Dhahak, Ikrimah, Qatadah, As-Suddy, Ibnu Zaid; kata (as-silmi) di sini maksudnya Al-Islam.

Menurut Mujahid kata (kaffah) di sini ialah seluruh amalan baik, dalam syariat Nabi Muhammad (Tafsir Ibnu Katsir, 1/335).

Dan juga marilah kita kembali kepada ajaran Islam yang murni yang utuh yang tidak tercampur dengan syirik, bid’ah, khurafat dan takhayul. Ajaran-ajaran yang dibawa Rasulullah n kemudian beliau wariskan kepada sebaik-baik generasi, generasi salafus-shalih yaitu para shahabat, tabi’in dan tabi’ut tabi’in.
Sidang Juma’ah yang dimuliakan Allah …

2. Lemahnya Iman dan Godaan Syaithan

Perlu diketahui bahwa tidak semua orang yang melakukan kemungkaran itu ia tidak tahu bahwa itu adalah kemungkaran akan tetapi ada kalanya karena iman yang lemah sehingga lebih cenderung melakukan kemungkaran dengan anggapan “Ah ini cuma dosa kecil.. ah cuma sekali saja”. Dari sini perlu kiranya kita memperkuat iman kita sehingga mampu menangkis segala kemungkaran dan kemaksiatan. Kita bisa bayangkan betapa indahnya hidup ini bila semua lapisan mempunyai iman yang kuat. Yang menjadi rakyat kecil tidak akan mencuri atau merampok walaupun hidup miskin. Karena ia tahu itu akan mendatangkan siksa Allah. Yang menjadi pedagang tidak akan menipu karena ia tahu bahwa menipu itu dosa. Yang menjadi pejabat tidak akan melakukan KKN, karena mereka tahu Allah akan mengadzabnya kelak.

Sidang Jum’ah yang dimuliakan Allah ..
Sebenarnya kalau kita sadari bahwa ketika iman kita dalam keadaan lemah sehingga mudah sekali digoyahkan maka pada saat itu pula sebenarnya kita sedang diincar oleh musuh. Kita tidak bisa melihat musuh kita sedang ia selalu mengintai kita, musuh kita adalah syaithan. Syaithan yang sudah sejak dulu bersumpah akan selalu menggoda manusia supaya terjerumus ke dalam Neraka Jahanam.

Sidang Jum’ah yang dimuliakan Allah .. Demikian tadi dua faktor di antara faktor-faktor kenapa kemungkaran-kemungkaran itu dilakukan manusia.

Kemungkaran itu akan terus berlanjut apabila sama-sama kita biarkan. Tentu kita sebagai seorang Muslim tidak boleh tinggal diam. Karena kita diperintahkan untuk mencegah kemungkaran. Sabda Rasul Shalallaahu alaihi wasalam :
مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ وَذَلِكَ أَضْعَفُ اْلإِيْمَانِ.
Artinya: “Barangsiapa di antara kamu melihat kemungkaran maka ia harus mengubah dengan tangannya, jika tidak mampu maka dengan linsanya dan jika tidak mampu maka dengan hatinya dan yang demikian itu adalah selemah-lemah iman.” (HR. Muslim 1/22).

Dan firman Allah:
Artinya: “Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh yang ma’ruf dan mencegah yang mungkar, merekalah orang-orang yang beruntung.” (QS. Al-Imran: 104).

Abu Ja’far Al-Bakir Radhiallaahu anhu berkata: Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam membaca kemudian beliau berkata: (Alkhoir) di sini ialah mengikut Al-Qur’an dan sunnahku (Tafsir Ibnu Katsir 1/518).

Ibnu Katsir Rahimahullaah dalam tafsirnya mengatakan: “Hendaklah ada segolongan dari umat ini berada pada posisi ini.” (Tafsir Ibnu Katsir 1/518).

At Thabari berkata:
• Al-khair di sini ialah Islam dan syariatnya yang disyariatkan Allah pada hambaNya.
• Al-Ma’ruf di sini ialah mengikut Nabi Shalallaahu alaihi wasalam dan dien Islam yang dibawanya.
• Al-Munkar di sini ialah kufur pada Allah, mendustakan Nabi Shalallaahu alaihi wasalam dan apa-apa yang dibawanya (Tafsir At Thabari, 4/26).
Juga dalam ayat ini disebutkan hendaklah ada segolongan dari kita yang menyeru kepada kebajikan mencegah kemungkaran. Bagaimana kalau yang melakukan kemungkaran itu dari Sabang sampai Merauke sedang yang menyeru hanya segolongan orang apalagi sendirian, bagaimana kalau yang melakukan kemungkaran itu di Sabang sedang segolongan yang mencegah berada di Mataram atau mungkin yang satu di Jakarta dan yang satu lagi di Maluku. Maka yang namanya amar ma’ruf nahi mungkar itu wajib kita tegakkan bersama dimana kita berada. Firman Allah, artinya:

“Kamu adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah kepada yang mungkar.” (QS. Ali Imran: 110).

Ibnu Katsir menyebutkan bahwa yang benar umat di sini umum, yaitu semua umat disetiap zamannya (Tafsir Ibnu Katsir, 1/519). Mujahid berkata: Kamu akan menjadi sebaik-baik umat jika kamu mau beramar ma’ruf nahi munkar (Tafsir Al-Qurtubi, 4/171) Juga firman Allah: “Orang-orang mukmin laki-laki dan orang-orang mukmin perempuan menjadi wali dari sebagiannya, menyeru kepada yang ma’ruf mencegah dari yang mungkar.” (QS. At-Taubah: 71).
Ibnu Taimiyah berkata: Maka wajib atas setiap muslim yang mampu, wajib di sini wajib kifayah dan menjadi wajib ain bagi yang mampu bila tidak ada orang yang melakukannya (Al-Hisbah fil Islam: 12). Maka dalam hal ini mari kita ajak saudara-saudara kita semua kaum muslimin untuk melaksanakan kewajiban ini. Firman Allah:

“Sesungguhnya orang-orang beriman itu bersaudara”. (QS. Al-Hujurat: 10).

Persaudaraan ini harus tetap dipupuk untuk menyatukan langkah menghimpun kekuatan untuk bersama-sama menegakkan amar ma’ruf nahi mungkar.

Khutbah Kedua
اَلْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ وَالْعَاقِبَةُ لِلْمُتَّقِيْنَ وَلاَ عُدْوَانَ إِلاَّ عَلَى الظَّالِمِيْنَ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ.
Sidang Jum’ah yang di muliakan Allah ..
Dari permisalan ini dapat kita ambil pelajaran dari ulah segelintir orang yang berbuat kesalahan akan mendatangkan bahaya bagi semuanya, firman Allah:

Artinya: “Dan takutlah kamu sekalian akan siksa yang tidak hanya menimpa orang-orang zhalim saja.” (QS. Al-Anfal: 25)

Kita memohon kepada Allah agar diberi kekuatan bashirah untuk membedakan antara yang hak dan yang batil, yang ma’ruf dan yang mungkar, kemudian kita bersama-sama menegakkan yang ma’ruf dan memberantas segala bentuk kebatilan dan kemungkaran. Maka di sini saya sampaikan kesimpulan dari khutbah saya:
• Ada dua faktor dari beberapa faktor kenapa kemungkaran itu terus dilakukan. Pertama yaitu kebodohan umat dari ajaran dien, dan sebagai solusinya marilah kita tingkatkan lagi kesadaran untuk mendalami ajaran dinul Islam ini dan kita ajak umat untuk bersama-sama dengan kita, menggalakkan majelis-majelis ta’lim, pengajian-pengajian yang di dalamnya dipelajari ajaran-ajaran dien dan dikupas segala yang haq dan yang batil, yang ma’ruf dan yang mungkar. Yang kedua adalah lemahnya iman dan godaan syaithan. Untuk itu perlu kiranya kita selalu memperkuat iman kita. Keimanan yang tak tergoyahkan dengan apapun dan mampu menangkis segala bentuk kemungkaran.

• Beramar ma’ruf dan nahi mungkar adalah kewajiban kita semua, mengingat akibat yang akan ditimpakan kepada kita bila kita meninggalkan amar ma’ruf dan nahi mungkar.
Kita akhiri khutbah ini dengan do’a.
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. اَللَّهُمَّ أَصْلِحْ لَنَا دِيْنَنَا الَّذِيْ هُوَ عِصْمَةُ أَمْرِنَا، وَأَصْلِحْ لَنَا دُنْيَانَا الَّتِيْ فِيْهَا مَعَاشُنَا، وَأَصْلِحْ لَنَا آخِرَتَنَا الَّتِيْ إِلَيْهَا مَعَادُنَا، وَاجْعَلِ الْحَيَاةَ زِيَادَةً لَنَا فِيْ كُلِّ خَيْرٍ، وَاجْعَلِ الْمَوْتَ رَاحَةً لَنَا مِنْ كُلِّ شَرٍّ. رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلإِخْوَانِنَا الَّذِيْنَ سَبَقُوْنَا بِاْلإِيْمَانِ وَلاَتَجْعَلْ فِيْ قُلُوْبِنَا غِلاًّ لِّلَّذِيْنَ ءَامَنُوْا رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوْفٌ رَّحِيْمٌ. رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ. أَقِيْمُوا الصَّلاَةَ.




ANAK SALIH ADALAH ASET ORANG TUAASET ORANG

Anak Shalih Adalah Aset Orang Tua
Selasa, 16 Maret 04
Jamaah jama'ah rahimakumullah
Anak adalah buah hati bagi kedua orang tuanya yang sangat disayangi dan dicintainya.
Sewaktu bahtera rumah tangga pertama kali diarungi, maka pikiran pertama yang terlintas dalam benak suami istri adalah berapa jumlah anaknya kelak akan mereka miliki serta kearah mana anak tersebut akan dibawa.
Menurut Sunnah melahirkan anak yang banyak justru yang terbaik. Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam bersabda:
تَزَوَّجُوا الْوَلُوْدَ وَالْوَدُوْدَ فَإِنِّيْ مُكَاثِرٌ بِكُمْ.
Artinya: “Nikahilah wanita yang penuh dengan kasih sayang dan karena sesungguhnya aku bangga pada kalian dihari kiamat karena jumlah kalian yang banyak.” (HR. Abu Daud dan An Nasa’I, kata Al Haitsamin).

Namun yang menjadi masalah adalah kemana anak akan kita arahkan setelah mereka terlahir. Umumnya orang tua menginginkan agar kelak anak-anaknya dapat menjadi anak yang shalih, agar setelah dewasa mereka dapat membalas jasa kedua orang tuanya. Namun obsesi orang tua kadang tidak sejalan dengan usaha yang dilakukannya. Padahal usaha merupakan salah satu faktor yang sangat menentukan bagi terbentuknya watak dan karakter anak. Obsesi tanpa usaha adalah hayalan semu yang tak akan mungkin dapat menjadi kenyataan.

Bahkan sebagian orang tua akibat pandangan yang keliru menginginkan agar kelak anak-anaknya dapat menjadi bintang film (Artis), bintang iklan, fotomodel dan lain-lain. Mereka beranggapan dengan itu semua kelak anak-anak mereka dapat hidup makmur seperti kaum selebritis yang terkenal itu. Padahal dibalik itu semua mereka kering akan informasi tentang perihal kehidupan kaum selebritis yang mereka puja-puja. Hal ini terjadi akibat orang tua yang sering mengkonsumsi berbagai macam acara-acara hiburan diberbagai media cetak dan elektronik, karena itu opininya terbangun atas apa yang mereka lihat selama ini.

Jamaah jum’at rahimakumullah
Kehidupan sebagian besar selebritis yang banyak dipuja orang itu tidak lebih seperti kehidupan binatang yang tak tahu tujuan hidupnya selain hanya makan dan mengumbar nafsu birahinya. Hura-hura, pergaulan bebas, miras, narkoba dan gaya hidup yang serba glamour adalah konsumsi sehari-hari mereka. Sangat jarang kita saksikan di antara mereka ada yang perduli dengan tujuan hakiki mereka diciptakan oleh Allah Subhannahu wa Ta'ala , kalaupun ada mereka hanya menjadikan ritualisme sebagai alat untuk meraih tujuan duniawi, untuk mengecoh masyarakat tentang keadaan mereka yang sebenarnya. Apakah kita menginginkan anak-anak kita menjadi orang yang jauh dari agamanya yang kelihatannya bahagia di dunia namun menderita di akhirat? Tentu tidak. Allah Subhannahu wa Ta'ala berfirman:

artinya: “Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang sekiranya meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka” (An Nisa: 9).

Pengertian lemah dalam ayat ini adalah lemah iman, lemah fisik, lemah intelektual dan lemah ekonomi. Oleh karena itu selaku orang tua yang bertanggung jawab terhadap anak-anaknya, maka mereka harus memperhatikan keempat hal ini. Pengabaian salah satu dari empat hal ini adalah ketimpangan yang dapat menyebabkan ketidak seimbangan pada anak.

Imam Ibnu Katsir dalam mengomentari pengertian lemah pada ayat ini memfokuskan pada masalah ekonomi. Beliau mengatakan selaku orang tua hendaknya tidak meninggalkan keadaan anak-anak mereka dalam keadaan miskin . (Tafsir Ibnu Katsir: I, hal 432) Dan terbukti berapa banyak kaum muslimin yang rela meninggalkan aqidahnya (murtad) di era ini akibat keadaan ekonomi mereka yang dibawah garis kemiskinan.

Banyak orang tua yang mementingkan perkembangan anak dari segi intelektual, fisik dan ekonomi semata dan mengabaikan perkembangan iman. Orang tua terkadang berani melakukan hal apapun yang penting kebutuhan pendidikan anak-anaknya dapat terpenuhi, sementara untuk memasukkan anak-anak mereka pada TK-TP Al-Qur’an terasa begitu enggan. Padahal aspek iman merupakan kebutuhan pokok yang bersifat mendasar bagi anak.


Ada juga orang tua yang menyeimbangkan pemenuhan kebutuhan bagi anak-anak mereka dari keempat masalah pokok di atas, namun usaha yang dilakukannya kearah tersebut sangat diskriminatif dan tidak seimbang. Sebagai contoh: Ada orang tua yang dalam usaha mencerdaskan anaknya dari segi intelektual telah melaksanakan usahanya yang cukup maksimal, segala sarana dan prasarana kearah tercapainya tujuan tersebut dipenuhinya dengan sungguh-sungguh namun dalam usahanya memenuhi kebutuhan anak dari hal keimanan, orang tua terlihat setengah hati, padahal mereka telah memperhatikan anaknya secara bersungguh-sungguh dalam segi pemenuhan otaknya.

Jamaah jum’at rahimakumullah.
Karena itu sebagian orang tua yang bijaksana, mesti mampu memperhatikan langkah-langkah yang harus di tempuh dalam merealisasikan obsesinya dalam melahirkan anak yang shalih. Di bawah ini akan kami ketengahkan beberapa langkah yang cukup representatif dan membantu mewujudkan obsesi tersebut:

1. Opini atau persepsi orang tua atau anak yang shalih tersebut harus benar-benar sesuai dengan kehendak Islam berdasarkan Al-Qur’an dan sunnah Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam , bersabda:
إِذَا مَاتَ بْنُ آدَمَ اِنْقَطَعَ عَمَلُهُ إِلاَّ مِنْ ثَلاَثٍ، صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُوْ لَهُ.
Artinya: “Jika wafat anak cucu Adam, maka terputuslah amalan-amalannya kecuali tiga: Sadaqah jariah atau ilmu yang bermanfaat atau anak yang shalih yang selalu mendoakannya.” (HR.Muslim)

Dalam hadits ini sangat jelas disebutkan ciri anak yang shalih adalah anak yang selalu mendoakan kedua orang tuanya. Sementara kita telah sama mengetahui bahwa anak yang senang mendoakan orang tuanya adalah anak sedari kecil telah terbiasa terdidik dalam melaksanakan kebaikan-kebaikan,melaksanakan perintah-perintah Allah Subhannahu wa Ta'ala , dan menjauhi larangan-laranganNya. Anak yang shalih adalah anak yang tumbuh dalam naungan DienNya, maka mustahil ada anak dapat bisa mendoakan orang tuanya jika anak tersebut jauh dari perintah-perintah Allah Subhannahu wa Ta'ala dan senang bermaksiat kepadaNya. Anak yang senang bermaksiat kepada Allah Subhannahu wa Ta'ala , jelas akan jauh dari perintah Allah dan kemungkinan besar senang pula bermaksiat kepada kedua orang tuanya sekaligus.

Dalam hadits ini dijelaskan tentang keuntungan memiliki anak yang shalih yaitu, amalan-amalan mereka senantiasa berkorelasi dengan kedua orang tuanya walaupun sang orang tua telah wafat. Jika sang anak melakukan kebaikan atau mendoakan orang tuanya maka amal dari kebaikannya juga merupakan amal orang tuanya dan doanya akan segera terkabul oleh Allah Subhannahu wa Ta'ala .
Jadi jelaslah bagi kita akan gambaran anak yang shalih yaitu anak yang taat kepada Allah Subhannahu wa Ta'ala, menjauhi larangan-laranganNya, selalu mendoakan orang tuanya dan selalu melaksanakan kebaikan-kebaikan.

2. Menciptakan lingkungan yang kondusif ke arah tercipta-nya anak yang shalih.
Lingkungan merupakan tempat di mana manusia melaksana-kan aktifitas-aktifitasnya. Secara mikro lingkungan dapat dibagi dalam tiga bagian, yaitu:

a. Lingkungan keluarga
Keluarga merupakan sebuah institusi kecil dimana anak mengawali masa-masa pertumbuhannya. Keluarga juga merupakan madrasah bagi sang anak. Pendidikan yang didapatkan merupakan pondasi baginya dalam pembangunan watak, kepribadian dan karakternya.

Jama'ah jum’at rahimakumullah
Jika anak dalam keluarga senantiasa terdidik dalam warna keIslaman, maka kepribadiannya akan terbentuk dengan warna keIslaman tersebut. Namun sebaliknya jika anak tumbuh dalam suasana yang jauh dari nilai-nilai keIslaman, maka jelas kelak dia akan tumbuh menjadi anak yang tidak bermoral.
Seorang anak yang terlahir dalam keadaan fitrah, kemudian orang tuanyalah yang mewarnainya, Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam bersabda:
كُلُّ مَوْلُوْدٍ يُوْلَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ، فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِهِ. (رواه البخاري).
Artinya: “Setiap anak dilahirkan dalam keadaan yang fitrah (Islam), maka orang tuanya yang menyebabkan dia menjadi Yahudi, Nasrani atau Majusi.” (HR. Al-Bukhari)
Untuk itu orang tua harus dapat memanfaatkan saat-saat awal dimana anak kita mengalami pertumbuhannya dengan cara menanamkan dalam jiwa anak kita kecintaan terhadap diennya, cinta terhadap ajaran Allah Subhannahu wa Ta'ala dan RasulNya Shallallaahu alaihi wa Salam, sehingga ketika anak tersebut berhadapan dengan lingkungan lain anak tersebut memiliki daya resistensi yang dapat menangkal setiap saat pengaruh negatif yang akan merusak dirinya.

Agar dapat memudahkan jalan bagi pembentukan kepribadian bagi anak yang shalih, maka keteladanan orang tua merupakan faktor yang sangat menentukan. Oleh karena itu, selaku orang tua yang bijaksana dalam berinteraksi dengan anak pasti memperlihatkan sikap yang baik, yaitu sikap yang sesuai dengan kepribadian yang shalih sehingga anak dapat dengan mudah meniru dan mempraktekkan sifat-sifat orang tuanya

b. Lingkungan Sekolah
Sekolah merupakan lingkungan di mana anak-anak berkumpul bersama teman-temannya yang sebaya dengannya. Belajar, bermain dan bercanda adalah kegiatan rutin mereka di sekolah. Sekolah juga merupakan sarana yang cukup efektif dalam membentuk watak dan karakter anak. Di sekolah anak-anak akan saling mempengaruhi sesuai dengan watak dan karakter yang diperolehnya dalam keluarga mereka masing-masing. Anak yang terdidik secara baik di rumah tentu akan memberi pengaruh yang positif terhadap teman-temanya. Sebaliknya anak yang di rumahnya kurang mendapat pendidikan yang baik tentu akan memberi pengaruh yang negatif menurut karakter dan watak sang anak.

Faktor yang juga cukup menentukan dalam membentuk watak dan karakter anak di sekolah adalah konsep yang diterapkan sekolah tersebut dalam mendidik dan mengarahkan setiap anak didik.

Sekolah yang ditata dengan managemen yang baik tentu akan lebih mampu memberikan hasil yang memuaskan dibandingkan dengan sekolah yang tidak memperhatikan sistem managemen. Sekolah yang sekedar dibangun untuk kepentingan bisnis semata pasti tidak akan mampu menghasilkan murid-murid yang berkwalitas secara maksimal, kualitas dalam pengertian intelektual dan moral keagamaan.

Kualitas intelektual dan moral keagamaan tenaga pengajar serta kurikulum yang dipakai di sekolah termasuk faktor yang sangat menentukan dalam melahirkan murid yang berkualitas secara intelektual dan moral keagamaan.

Oleh sebab itu orang tua seharusnya mampu melihat secara cermat dan jeli sekolah yang pantas bagi anak-anak mereka. Orang tua tidak harus memasukkan anak mereka di sekolah-sekolah favorit semata dalam hal intelektual dan mengabaikan faktor perkembangan akhlaq bagi sang anak, karena sekolah tersebut akan memberi warna baru bagi setiap anak didiknya.
Keseimbangan pelajaran yang diperoleh murid di sekolah akan lebih mampu menyeimbangkan keadaan mental dan intelektualnya. Karena itu sekolah yang memiliki keseimbangan kurikulum antara pelajaran umum dan agama akan lebih mampu memberi jaminan bagi seorang anak didik.

c. Lingkungan Masyarakat
Masyarakat adalah komunitas yang terbesar dibandingkan dengan lingkungan yang kita sebutkan sebelumnya. Karena itu pengaruh yang ditimbulkannya dalam merubah watak dan karakter anak jauh lebih besar.
Masyarakat yang mayoritas anggotanya hidup dalam kemaksiatan akan sangat mempengaruhi perubahan watak anak kearah yang negatif. Dalam masyarakat seperti ini akan tumbuh berbagai masalah yang merusak ketenangan, kedamaian, dan ketentraman.
Anak yang telah dididik secara baik oleh orang tuanya untuk selalu taat dan patuh pada perintah Allah Subhannahu wa Ta'ala dan RasulNya, dapat saja tercemari oleh limbah kemaksiatan yang merajalela disekitarnya. Oleh karena itu untuk dapat mempertahankan kwalitas yang telah terdidik secara baik dalam institusi keluarga dan sekolah, maka kita perlu bersama-sama menciptakan lingkungan masyarakat yang baik, yang kondusif bagi anak.

Masyarakat terbentuk atas dasar gabungan individu-individu yang hidup pada suatu komunitas tertentu. Karena dalam membentuk masyarakat yang harmonis setiap individu memiliki peran dan tanggung jawab yang sama. Persepsi yang keliru biasanya masih mendominasi masyarakat. Mereka beranggapan bahwa yang bertanggung jawab dalam masalah ini adalah pemerintah, para da’i, pendidik atau ulama. Padahal Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam , bersabda:
مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ وَذَلِكَ أَضْعَفُ اْلإِيْمَانِ. (رواه مسلم).
Artinya: “Barangsiapa di antaramu melihat kemungkaran hendaklah ia merubahnya dengan tangannya, jika ia tidak sanggup maka dengan lidahnya, dan jika tidak sanggup maka dengan hatinya. Dan itu adalah selemah-lemah iman.” (HR. Muslim)

Jika setiap orang merasa tidak memiliki tanggung jawab dalam hal beramar ma’ruf nahi munkar, maka segala kemunkaran bermunculan dan merajalela di tengah masyarakat kita dan lambat atau cepat pasti akan menimpa putra dan putri kita. Padahal kedudukan kita sebagai umat yang terbaik yang dapat memberikan ketentraman bagi masyarakat kita hanya dapat tercapai jika setiap individu muslim secara konsisten menjalankan amar ma’ruf nahi munkar, karena Allah Subhannahu wa Ta'ala berfirman:
Artinya: “Kamu adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar dan beriman kepada Allah...” (Ali Imran: 110).

Jamaah jum’at rahimakumullah
Amar ma’ruf adalah kewajiban setiap individu masing-masing yang harus dilaksanakan. Jika tidak maka Allah Subhannahu wa Ta'ala , pasti akan menimpakan adzabnya di tengah-tengah kita dan pasti kita akan tergolong orang-orang yang rugi Allah Subhannahu wa Ta'ala berfirman:
Artinya: “Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar merekalah orang-orang yang beruntung.” (Ali-Imran: 104).

Untuk itu di akhir khutbah ini marilah kita bersama-sama merasa peduli terhadap kelangsungan hidup generasi kita, semoga dengan kepedulian kita itulah Allah Subhannahu wa Ta'ala akan senantiasa menurunkan pertolonganNya kepada kita dan memenangkan Islam di atas agama-agama lainnya. Marilah kita berdo’a kepada Allah Subhannahu wa Ta'ala .
رَبِّ اجْعَلْنِيْ مُقِيْمَ الصَّلاَةِ وَمِنْ ذُرِّيَّتِيْ، رَبَّنَا وَتَقَبَّلْ دُعَاءَ. رَبَّنَا اغْفِرْ لِيْ وَلِوَالِدَيَّ وَلِلْمُؤْمِنِيْنَ يَوْمَ يَقُوْمُ الْحِسَابُ.
رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا.
أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ. فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ، وَادْعُوْهُ يَسْتَجِبْ لَكُمْ.
Khutbah kedua.
إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهْ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ. أَمَّا بَعْدُ؛
إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ، يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ. اَللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ مِنَ الْخَيْرِ كُلِّهِ مَا عَلِمْنَا مِنْهُ وَمَا لَمْ نَعْلَمْ. اَللَّهُمَ أَصْلِحْ أَحْوَالَ الْمُسْلِمِيْنَ وَأَرْخِصْ أَسْعَارَهُمْ وَآمِنْهُمْ فِيْ أَوْطَانِهِمْ. رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.
عِبَادَ اللهِ، إِنَّ اللهَ يَأْمُرُكُمْ بِالْعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيتَآئِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَآءِ وَالْمُنكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذْكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاسْأَلُوْهُ مِنْ فَضْلِهِ يُعْطِكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ.




HIJRAH PERISTIWA PENUH STRATEGI

Adegan yang sangat tegang memecahkan genangan air mata Abu Bakar di dalam gua Tsur, di luar kota Makkah. Musuh-musuh yang pedangnya siap menebas Nabi Muhammad Shalallaahu alaihi wasalamberdiri di hadapan Abu Bakar, hanya berbatas cahaya. Abu Bakar mendampingi Nabi Shalallaahu alaihi wasalam di dalam gua, sedang musuh-musuh yang siap "menerkam" berdiri di mulut gua. Isak tangis pun tak bisa ditahan, keluar dari mulut Abu Bakar yang mengkhawatirkan, Nabi Muhammad Shalallaahu alaihi wasalam ditangkap musuh dan dibunuh. Nabi Shalallaahu alaihi wasalam membisiki Abu Bakar; “Laa tahzan innallaha ma'anaa”, janganlah engkau bersedih hati, karena sesungguhnya Allah beserta kita.

Musuh bebuyutan Nabi Muhammad Shalallaahu alaihi wasalam yang memimpin pengejaran dan akan membunuh Nabi pun berada di mulut gua Tsur, 5 kilometer dari Makkah. Justru Umayyah Ibnu Khalaf, musuh bebuyutan Nabi itulah yang menganggap mustahil Muhammad yang sedang dicari-cari itu berada di dalam gua ini. Maka bubarlah para calon pembunuh yang ingin menggondol 100 unta bila menemukan Nabi Muhammad Shalallaahu alaihi wasalam ini.

Tiga malam lamanya Nabi Muhammad Shalallaahu alaihi wasalam dan Abu Bakar As-Shiddiq berada di dalam gua. Sementara orang-orang kafir Makkah yang sejak semula memusuhi bahkan ingin membunuh Nabi itu meningkat jadi berlomba mencari hadiah 100 unta dalam rangka membunuh Nabi. Tingkah polah kaum kafir Makkah yang haus darah dan serakah harta ini tidak mudah diajak kompromi. Untuk itu, Abdullah bin Abu Bakar memainkan peran yang cukup penting. Setiap malam Abdullah bin Abu Bakar menginap di dekat kaum Quraisy yang memusuhi Nabi di Makkah. Pada saat manusia lelap tidur menjelang fajar, Abdullah mendatangi Nabi, lantas pagi hari Abdullah sudah berada di kalangan kaum Quraisy Makkah. Maka orang-orang Quraisy menduga, Abdullah tetap berada di Makkah bersama mereka. Padahal, semua gerak-gerik dan rencana Quraisy telah disadap dan disampaikan kepada Nabi Shalallaahu alaihi wasalam .

Untuk menghilangkan jejak-jejak kaki Abdullah yang berjalan di padang pasir antara Makkah dan gua Tsur itu, maka Amir bin Fuhairah menggiring kambingnya menyusuri bekas-bekas tapak kaki Abdullah, mendekati gua Tsur. Hilanglah jejak-jejak kaki di padang pasir itu. Sementara, Asma' binti Abu Bakar membawakan makanan untuk Nabi dan Abu Bakar yang berada di dalam gua.

Untuk melanjutkan perjalanan, keluar dari gua Tsur menuju Yatsrib (kini bernama Madinah), Abu Bakar sebelumnya telah berjanji dengan penunjuk jalan yang mahir, bernama Abdullah Bin Uraiqith. Penunjuk jalan ini disewa, dan diharap menemui Abu Bakar di gua Tsur setelah tiga hari. Sekalipun Abdullah Bin Uraiqith ini masih belum Islam, namun ia tidak mau membocorkan perjanjian, dan tidak tergiur oleh sayembara hadiah 100 unta bagi yang mampu menemukan/membunuh Nabi.

Dalam perjalanan dari gua Tsur menyusuri pantai menuju ke Yatsrib berkendaraan unta, Nabi dan Abu Bakar yang dipandu oleh Abdullah Bin Uraiqith ini dikejar oleh Suraqah Bin Malik Al-Mudlaji dengan kuda. Setiap hampir sampai di belakang Nabi Muhammad SAW, kuda Suraqah terperosok kaki depannya ke dalam pasir. Sampai tiga kali, dan yang terakhir, dari lobang yang memerosok-kan kaki kuda itu keluar debu yang amat banyak. Maka Suraqah minta perlindungan kepada Nabi dan Abu Bakar. Dan Suraqah yakin, Nabi dengan ajarannya itu akan menang.

Kehadiran Nabi Shalallaahu alaihi wasalam sudah ditunggu-tunggu oleh masyarakat di Yatsrib. Mereka dengan sangat gembira menjemput Nabi SAW. Namun Nabi tidak langsung ke Yatsrib, singgah dulu di Quba', mendirikan masjid. Hingga sekarang dikenal dengan Masjid Quba', dekat Madinah. Peristiwa singgah di Quba, di tempat Bani Amr bin Auf inilah yang sampai kini dicatat sebagai peristiwa hijrah yang menurut penyelidikan Mahmud Basya, ahli falak, terjadi pada 2 Rabi'ul Awwal, bertepatan 20 September 622 Masehi. Tanggal inilah yang kemudian dijadikan perhitungan tahun pertama Hijriyah. Hal itu ditetapkan dalam sidang pada masa pemerintahan Umar bin Khothob, 17 Hirjiyah/639 M atas usulan Ali bin Abi Tholib. Sekalipun Hijrah itu sendiri terjadi pada bulan Rabi'ul Awwal, namun tidak ada masalah dalam penanggalan Hilaliyah dimulai dengan Muharram. (lihat Nurul Yaqin, halaman 83 atau terjemahannya hal 108).

Bukan Meninggalkan Medan
Peristiwa hijrah (pindahnya) Nabi Shalallaahu alaihi wasalam dari Makkah ke Yatsrib (Madinah) itu bukanlah suatu kejadian pemimpin lari meninggalkan medan. Karena, walaupun telah "sempurna" kekejaman kaum kafir Quraisyh dalam memusuhi Nabi dan pengikutnya, tidaklah Nabi lari duluan. Umat Islamlah yang dipersilakan duluan untuk meninggalkan Makkah. Sedang di Makkah tinggallah Nabi, Abu Bakar (yang tadinya akan berangkat pula, lalu diminta untuk bersama Nabi), Shuhaib, Ali, Zaid bin Haritsah dan beberapa orang lemah yang belum siap berhijrah. Ali bertugas menggantikan tidur di tempat tidur Nabi Shalallaahu alaihi wasalam saat malam pengepungan oleh kaum Quraish. Sedang Abu Bakar diminta untuk menunggu Nabi di luar Makkah, yang kemudian bertemu untuk masuk ke gua Tsur seperti tersebut.

Untuk membela agama yang akan ditumpas oleh kaum kafir Quraisy ini Abu Bakar membawa harta sebanyak 6.000 Dirham, mata uang perak. Beratnya, 6.000 x 3,12 gram = 18.720 gram. Nilainya sama dengan 2.808 gram emas, (nilai ini diperbandingkan dalam zakat). Ukuran zakat harta adalah 200 Dirham (perak) atau 20 Dinar (emas). 20 Dinar emas = 20 mitsqol = 93,6 gram. Ini menurut Fiqh Islam, H. Sulaiman Rasyid, (192-193) 1. Bekal Abu Bakar 6.000 Dirham itu dicatat dalam buku "Muharram dan Hijrah", Amir Taat Nasution, hal 32.

Peran Abu Bakar Shiddiq dalam peristiwa Hirjah ini sungguh besar. Entah berapa dirham Abu Bakar menyewa tukang penunjuk jalan, Abdullah Bin Uraiqith yang belum memeluk agama Islam, sampai tidak tergiur memilih ikut sayembara hadiah 100 unta bila menemukan/membunuh Nabi Shalallaahu alaihi wasalam. Pengaruh Abu Bakar terhadap anak-anaknya, Abdullah dan Asma', hingga menjadi penyelidik khusus dan penjamin makan yang cukup menanggung risiko dalam perjalanan Makkah-Gua Tsur. Usaha maksimal Abu Bakar yang penuh risiko, baik jiwa maupun harta itu, masih pula dilacak oleh kaum kafir Quraisy sampai di hadapan Abu Bakar, di mulut gua. Maka, menangisnya Abu Bakar, sebagai manusia, sangat bisa dimaklumi. Apalagi, yang didampingi adalah Nabi Shalallaahu alaihi wasalam yang akan dibunuh. Tentu saja Abu Bakar amat khawatir, bagaimana nasib umat Islam yang telah berada di negeri orang, di Madinah (Yatsrib). Siapa pengayom jiwa mereka. Dan siapa lagi nanti yang akan membimbing menyiarkan ajaran Islam yang baru embrio ini.

Sewaktu dikejar oleh Suraqah di tengah perjalanan menuju Yastrib, Abu Bakarlah yang tahu persis bagaimana keganasan orang yang akan membunuh Nabi Shalallaahu alaihi wasalam dan ingin meraih hadiah 100 unta sebagai pahlawan Quraisy. Abu Bakar senantiasa menengok ke belakang, sedang Nabi Shalallaahu alaihi wasalam tetap tegar menghadapkan muka ke depan. Peristiwa-peristiwa menegangkan yang langsung dialami oleh Abu Bakar dalam mendampingi Nabi Shalallaahu alaihi wasalam ini lebih menebalkan keimanannya yang memang sudah kaliber amat tangguh. Hingga, harta benda seluruhnya disumbangkan untuk Islam, di bawa ke hadapan Nabi Shalallaahu alaihi wasalam pada peristiwa lain. Sampai Nabi Shalallaahu alaihi wasalam terheran-heran. Ditanya, apa yang masih ada padamu? Malah dijawab oleh Abu Bakar, bahwa Allah dan Rasul-Nyalah yang ada padanya.

Perjuangan tidak selesai, walau hijrah telah dilaksanakan. Penggalangan kekuatan umat yang terdiri dari kaum Muhajirin (yang datang dari Mekkah) dan Anshor (yang asli Madinah) ditata dengan penuh semangat persaudaraan oleh Nabi Shalallaahu alaihi wasalam. Hingga kaum Anshor rela mengorbankan harta untuk saudara-saudaranya, kaum Muhajirin. Hingga sebagian mereka merelakan sebagian isterinya dicerai agar dikawini saudaranya, kaum Muhajirin. Semua itu dilaksanakan dengan penuh keikhlasan dan kesadaran. Karena, semuanya menyadari, kaum kafir Makkah tentu tidak rela adanya peristiwa hijrah massal ini. Ternyata pada tahun kedua Hijriyah, kaum kafir Quraisy telah menyiapkan 950 tentara, 100 kuda dan 700 unta untuk menyerbu umat Islam. Terjadilah perang Badr pada bulan Ramadhan, 2 Hijriah. Abu Lahab, dedengkot kafir Quraisy rela menyumbangkan 100 unta untuk perang menyerbu muslimin yang berjumlah 313 orang dengan 2 kuda dan 70 unta. Perang yang langsung dipimpin Nabi Shalallaahu alaihi wasalam ini dimenangkan oleh kaum muslimin, suatu prestasi yang sangat di luar dugaan. Hingga, seketika Abu Lahab, dedengkot kafir Quraisy mendengar kabar kekalahan itu, ia langsung berodol jantungnya. 100 unta yang disumbangkan untuk memusuhi muslimin telah sia-sia, hingga ia sangat menyesalinya.

Pengaruh hijrah dan kemenangan perang Badr ini satu segi lebih memantapkan muslimin Muhajirin dan Anshor, namun satu segi menjadikan tokoh Madinah yang akan tergusur pengaruhnya serta kaum Yahudi, menyikapi dengan tingkah lain. Memilih nifak atau mengadakan makar. Abdullah bin Ubay bin memilih nifak, sedang kaum Yahudi merencanakan makarnya untuk membunuh Nabi Shalallaahu alaihi wasalam. Dengan demikian, peristiwa hijriyah ini disusul dengan problema yang cukup kompleks. Bukan sekadar penggusuran secara fisik seperti di Makkah, namun lebih beragam lagi' permusuhan licik, musuh dalam selimut, dan persekongkolan jahat yang tak henti-hentinya.

Kemunafikan dan persekongkolan yang menghadang di hadapan umat Islam bukan membuat padamnya Islam, namun justru menambah wawasan dan kecermatan umat dalam menempuh gelombang hidup. Umat tidak berfirqoh-firqoh (pecah belah), tidak menonjolkan identitas keaslian daerahnya (Makkah/Muhajirin, Madinah/Anshor). Semuanya dalam persaudaraan, seia sekata. Tabiat pedagang dari Makkah yang keras bisa bersatu menjadi bersaudara dengan tabiat petani Madinah yang lunak dan sopan. Perpaduan yang saling tenggang rasa, tolong menolong, tanpa mengungkit jasa, tanpa mengeruk keuntungan pribadi dengan dalih demi kelancaran pembinaan masyarakat; itu semua mewujudkan umat yang terbaik. Khoiro Ummah, sebaik-baik umat. Jegal-menjegal tidak mereka kenal. Hingga, orang munafiq seperti Abdullah bin Ubay bin Salul yang ingin senantiasa menjegal Nabi Shalallaahu alaihi wasalam serta pengikutnya, justru ia sendiri sangat rapi dalam menyimpan kemunafikannya. Sangat menampakkan keislamannya, setiap shalat pun di belakang Nabi Shalallaahu alaihi wasalam .

Peristiwa Hijrah yang membuahkan masyarakat berkadar khoiro ummah ini mengakibatkan tidak berdayanya kaum kafir, dan tidak berkutiknya orang munafik. Mafhum mukholafah atau analogi logisnya, di saat umat kondisinya bobrok, orang munafik pun tidak mendapatkan hasil apa-apa. Karena, di saat masyarakat bobrok kondisinya, tentu saja kebobrokan itu akibat dari banyaknya orang munafik. Banyaknya jumlah munafik kini mengakibatkan perben-turan kepentingannya, otomatis akan sia-sia. Ibarat pucuk cemara yang meliuk ikut hembusan angin, di saat angin sudah berbalik arah, pucuk daun itu belum sempat berbalik, kemudian bertabrakan sesamanya.

Hijrah membuahkan masyarakat muslim terbaik, dan kemunafikan tidak berkutik. Sebaliknya, bila muslimin terbaik itu jumlahnya sangat minim, maka kemunafikan pun tidak membuah-kan hasil. Naluri manusia cenderung membela kebenaran, yang dalam istilah agama disebut fitrah. Maka Islam disebut pula agama fitrah, yaitu agama yang memang sesuai dengan naluri manusia itu sendiri. Hingga tak mengherankan, para musuh bebuyutan, kaum kafir Makkah yang mengejar-ngejar Nabi Shalallaahu alaihi wasalam hingga Nabi berhijrah itu, 8 tahun kemudian mereka semua masuk Islam dengan sukarela. Sedang Nabi n sama sekali tidak dendam kepada mereka. Lalu Nabi n menegaskan, tidak ada hijrah setelah Fathu Makkah (terbukanya Makkah, yaitu penduduk Makkah masuk Islam semua secara serentak, tahun 8 Hijriyah). Tokoh-tokoh tua, seperti Abu Sufyan yang tadinya sangat memusuhi Nabi Shalallaahu alaihi wasalam pun masuk Islam. Tidak ada penolakan atau kata terlambat yang diucapkan oleh Nabi Shalallaahu alaihi wasalam, sekalipun kesadaran mereka baru datang di masa pensiun.
أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا فَاسْتَغْفِرُوا اللهَ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.
Khutbah Kedua
إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهْ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ صَلَّى اللهُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَسَلَّمَ تَسْلِيْمًا كَثِيْرًا. قَالَ تَعَالَى: يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ. قَالَ تَعَالَى: {وَمَن يَتَّقِ اللهَ يَجْعَل لَّهُ مَخْرَجًا} وَقَالَ: {وَمَن يَتَّقِ اللهَ يُكَفِّرْ عَنْهُ سَيِّئَاتِهِ وَيُعْظِمْ لَهُ أَجْرًا}
ثُمَّ اعْلَمُوْا فَإِنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِالصَّلاَةِ وَالسَّلاَمِ عَلَى رَسُوْلِهِ فَقَالَ: {إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ، يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا}.
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ، وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ، إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ. اَللَّهُمَّ أَرِنَا الْحَقَّ حَقًّا وَارْزُقْنَا اتِّبَاعَهُ، وَأَرِنَا الْبَاطِلَ باَطِلاً وَارْزُقْنَا اجْتِنَابَهُ. رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا. سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُوْنَ، وَسَلاَمٌ عَلَى الْمُرْسَلِيْنَ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ.
وَصَلَّى اللهُ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ. وَأَقِمِ الصَّلاَةَ.

HANCURNYA SUATU BANGSA

إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهْ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ.

يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ. يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوْا رَبَّكُمُ الَّذِيْ خَلَقَكُمْ مِّنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيْرًا وَنِسَآءً وَاتَّقُوا اللهَ الَّذِيْ تَسَآءَلُوْنَ بِهِ وَاْلأَرْحَامَ إِنَّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا. يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ وَقُوْلُوْا قَوْلاً سَدِيْدًا. يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُوْلَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيْمًا.

أَمَّا بَعْدُ؛ فَإِنَّ أَصْدَقَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللهَ، وَخَيْرَ الْهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَشَّرَ الأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ وَكُلَّ ضَلاَلَةٍ فِي النَّارِ. اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ.
Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah ...

Dari mimbar ini saya serukan kepada diri saya pribadi, dan kepada para jama’ah sekalian untuk menjaga, mempertahankan dan terus berupaya meningkatkan nilai-nilai taqwa kepada Allah semoga kita selamat di hari pengadilanNya.

Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah ...

Peristiwa-peristiwa nyata yang dicatat sejarah dan benar-benar pernah terjadi yaitu hancur lebur, musnah dan lenyapnya eksistensi bangsa zaman dahulu. Padahal mereka seperti dikabar-kan dalam Al-Qur’an merupakan bangsa-bangsa yang kuat, baik fisiknya maupun ilmu pengetahuannya, seperti umat nabi Nuh Alaihissalam , kaum Ad nabi Hud Alaihissalam kaum Tsamud Nabi Shalih Alaihissalam , , kaum sodom Nabi Luth Alaihissalam kaum nabi Syuaib Alaihissalam Fir’aun dengan kaumnya Nabi Musa Alaihissalam dll. Karena mereka menentang Rasul mereka, bermaksiat kepada Allah dan rasulNya maka Allah menghancurkan mereka.

Jama’ah Jum’at yang mulia ...

Begitu pula kekalahan yang diderita di dalam peperangan Uhud, tidaklah Allah Subhannahu wa Ta'ala kaitkan dengan lihainya siasat musuh, akan tetapi Dia kabarkan bahwa sebabnya adalah kesalahan kaum muslimin sendiri.

Sampai saat kamu lemah dan berselisih dalam urusan itu, dan kamu bermaksiat (terhadap perintah Rasul).” (Ali Imran: 152).

Maasyiral Muslimin rahimakumullah ...

Itulah musibah atau adzab atau peringatan dari Allah Subhannahu wa Ta'ala untuk umat-umat terdahulu. Lantas apa penyebab musibah kelaparan, kekeringan, kemarau, penyakit pengusiran dan pembunuhan dari musuh yang melanda muslimin. Ternyata semua itu adalah balasan yang ditimpakan oleh Allah Subhannahu wa Ta'ala akibat kemaksiatan-kemaksiatan yang kita lakukan. Sebagaimana rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam barsabda:
يَا مَعَاشِرَ الْمُهَاجِرِيْنَ، خَمْسٌ إِذَا ابْتَلَيْتُمْ بِهِنَّ وَأَعُوْذُ بِاللهِ أَنْ تُدْرِكُوْهُنَّ، لَمْ تَظْهَرِ الْفَاحِشَةُ فِيْ قَوْمٍ قَطٌّ حَتَّى يُعْلِنُوْا بِهَا إِلاَّ فَشَا فِيْهِمُ الطَّاعُوْنُ وَاْلأَوْجَاعُ الَّتِيْ لَمْ تَكُنْ مَضَتْ فِيْ أَسْلاَفِهِمُ الَّذِيْنَ مَضَوْا وَلَمْ يَنْقُضُوا الْمِكْيَالَ وَالْمِيْزَانَ إِلاَّ أُخِذُوْا بِالسِّنِيْنَ وَشِدَّةِ الْمُؤْنَةِ وَجُوْرِ السُّلْطَانِ عَلَيْهِمْ وَلَمْ يَمْنَعُوْا زَكَاةَ أَمْوَالِهِمْ إِلاَّ مُنِعُوا الْقِطْرَ مِنَ السَّمَاءِ وَلَوْ لاَ الْبَهَاِئُم لَمْ يُمْطَرُوْا وَلَمْ يَنْقُضُوْا عَهْدَ اللهِ وَرَسُوْلِهِ إِلاَّ سَلَّطَ اللهُ عَلَيْهِ عَدُوًّا مِنْ غَيْرِهِمْ فأَخَذُوْا بَعْضَ ماَ فِيْ أَيْدِيْهِمْ وَمَا لَمْ تَحْكُمْ أَئِمَّتُهُمْ بِكِتَابِ اللهِ وَيَتَخَيَّرُ مِمَّا أَنْزَلَ اللهُ إِلاَّ جَعَلَ اللهُ بَأْسَهُمْ بَيْنَهُمْ.
Wahai Muhajirin, ada 5 perkara (sebab kehancuran). Jika kalian ditimpa 5 perkara tersebut dan aku berlindung kepada Allah agar kalian tidak menjumpainya;
• Jika muncul perbuatan zina pada kaum dan melakukan secara terang-terangan maka akan menyebar di tengah-tengah mereka wabah tha’un dan kelaparan yang belum pernah terjadi pada nenek moyang sebelum mereka.
• Jika mengurangi takaran dan timbangan maka akan ditimpakan pada mereka paceklik, dan kesusahan hidup dan kesewenang-wenangan (kedzaliman) para penguasa atas mereka.
• Jika mereka menahan zakat harta mereka akan ditahan hujan untuk mereka, seandainya bukan karena hewan ternak, niscaya tidak akan turun hujan atas mereka.
• Jika mereka melanggar perjanjian yang di tetapkan Allah  dan RasulNya melainkan Allah akan menguasakan musuh-musuh dari luar kalangan mereka atas mereka, lalu merampas sebagian yang ada di tangan mereka.
• Selama pemimpin-peminpin mereka tidak berhukum kepada kitabullah dan memilih yang terbaik dari yang diturunkan Allah maka Allah akan jadikan musibah di antara mereka sendiri.” (HR. Ibnu Majah no. 4019 dishahihkan oleh Al-albani di no.106, dari hadist Abdullah bin Umar).
Maasyiral Muslimin Rahimakumullah ...

Itulah sebab-sebab kehancuran sebuah negeri, yang kali ini sebab-sebab itu telah melanda di negeri kita ini. Betapa banyak pedagang-pedagang dipasar yang curang dalam menimbang barang, betapa banyak orang yang tidak mau mengeluarkan zakat hartanya bahkan disembunyikan, betapa kekejian dilakukan secara terang-terangan, di televisi, koran, majalah, dan lainnya, sehingga negeri kita dilanda krisis yang berkepanjangan, dan sampai sekarang belum kunjung usai, bahkan informasinya harga akan naik lagi. Jikalau seluruh perbuatan syirik, bid’ah dan segala,kemaksiatan tidak segera kita hentikan dan seluruh umat tidak mau bertaubat tungguhlah saat bencana besar akan menimpa dinegeri tercinta ini (semoga Allah mengampuni kita dan melindungi kita dari adzab yang lebih besar).

Karena itu Ma’asyirol muslimin rahimakumullah ...
Marilah kita hentikan semua perbuatan syirik, bid’ah dan segala macam kemaksitan. Kemudian kita bertaubat kepada Allah  memohon ampun atas segala kemaksiatan yang kita lakukan, yaitu dengan cara:
• Kita tegakkan Tauhid dan kita hancurkan syirik
Allah Subhannahu wa Ta'ala Rabb semesta alam, tidak rela jika disekutukan dan disejajarkan dengan yang lainnya, baik yang disejajarkan malaikat ataupun Nabi. Apalagi yang disejajarkan denganNya itu kayu, batu atau jin atau Nyai Roro Kidul. Allah berfirman:
Sesungguhnya masjid-masjid itu kepunyaan Allah Swt, maka janganlah kamu menyeru di dalamnya kepada siapapun disamping Allah.” (Al-Jin: 18)

Artinya, suatu bangsa jika ingin selamat haruslah bertauhid kepada Allah Subhannahu wa Ta'ala , sehingga budaya-budaya syirik seperti: Perdu-kunan, paranormal, petik laut, pengisian kekebalan dan sebangsa-nya harus di berantas sampai keakar-akarnya. Dan diganti dengan kehidupan ibadah kepada Allah semata.
• Taat pada Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam
Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam bersabda:
كُلُّ أُمَّتِيْ يَدْخُلُوْنَ الْجَنَّةَ إِلاَّ مَنْ أَبَى، قَالُوْا: يَا َرُسْولَ اللهِ وَمَنْ يَأْبَى: قَالَ: مَنْ أَطَاعَنِيْ دَخَلَ الْجَنَّةَ وَمَنْ عَصَانِيْ فَقَدْ أَبَى.
Setiap umatku akan masuk Surga kecuali yang tidak mau. Ada sahabat bertanya: “siapa yang tidak mau itu Rasulullah?”. Beliau menjawab: “Siapa yang taat kepadaku ia akan masuk Surga. Dan siapa yang durhaka kapadaku ia masuk Neraka.” (HR. Al-Bukhari).
• Loyal kepada Allah dan RasulNya dan Bara’ (permu-suhan) kepada musuh-musuh Allah dan RasulNya.
Allah Subhannahu wa Ta'ala berfirman:
Kamu (Muhammad tidak akan mendapati suatu kaum (bangsa) yang beriman kepada Allah dan hari akhir menjalin hubungan kasih sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan RasulNya, sekalipun mereka adalah bapak-bapaknya,anak-anaknya, saudara-saudaranya atau keluarganya. Mereka itulah orang-orang yang telah Allah tanamkan keimanan kedalam hati-hati mereka dan Allah dukung mereka dengan pertolongan dariNya, dan Allah masukkan mereka kedalam Surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal abadi di dalamnya .Allah ridha kepada mereka dan mereka ridha kepada Allah. Mereka itulah golongan Allah. Ketahuilah bahwa golongan Allah pasti menang.” (Al-Mujadalah: 22).

Jika suatu bangsa dapat dibimbing untuk memahami, mengimani dan menegakkan tiga perkara sederhana tersebut tadi, InsyaAllah bangsa itu akan menjadi bangsa yang jaya . Jaminan akhirnya adalah Surga dan jaminan dunianya adalah kehidupan yang tentram.
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ. فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.

Khutbah kedua:

إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهْ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. أَمَّا بَعْدُ؛

Ma’asyiral muslimin rohimakumullah ...
Kembali pada khutbah yang kedua ini, saya mengajak diri saya dan jama’ah untuk senantiasa meningkatkan Iman dan Taqwa dengan sesungguhnya. Shalawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada nabi Muhammad dan para sahabatnya, keluarganya dan pengikutnya hingga akhir zaman.

Kemudian dari khutbah yang pertama tadi, dapat kita tarik kesimpulan sebagai berikut:

Sebab utama dan pertama terjadinya bencana, malapetaka, krisis dan sebagainya adalah akibat ulah tangan-tangan manusia itu sendiri

Jalan keluar dari kehancuran adalah:
- Kita tegakkan tauhid dan kita hancurkan segala bentuk syirik
- Taat kepada Rasulullah
- Loyal kepada Allah dan rasulNya dan bara’ (permusuhan) kepada musuh-musuh Allah dan rasulNya.

إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ، يَاأَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا.
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ.

اَللَّهُمَّ اغفر لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ. رَبَّنَا آتِنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً وَهَيِّئْ لَنَا مِنْ أَمْرِنَا رَشَدًا. رَبَّنَا لاَ تُؤَاخِذْنَا إِنْ نَّسِيْنَا أَوْ أَخْطَأْنَا، رَبَّنَا وَلاَ تَحْمِلْ عَلَيْنَا إِصْرًا كَمَا حَمَلْتَهُ عَلَى الَّذِيْنَ مِن قَبْلِنَا، رَبَّنَا وَلاَ تُحَمِّلْنَا مَالاَ طَاقَةَ لَنَا بِهِ، وَاعْفُ عَنَّا وَاغْفِرْ لَنَا وَارْحَمْنَا أَنتَ مَوْلاَنَا فَانصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِيْنَ. رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.
عِبَادَ اللهِ، إِنَّ اللهَ يَأْمُرُكُمْ بِالْعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيتَآئِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَآءِ وَالْمُنكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذْكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاسْأَلُوْهُ مِنْ فَضْلِهِ يُعْطِكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ.

GENERASI MENINGGALKAN SHOLAT DAN MENGIKUTI SYAHWAT

Allah Ta’ala berfirman:
"Mereka itu adalah orang-orang yang telah diberi nikmat oleh Allah, yaitu para Nabi dari keturunan Adam, dan dari keturunan Ibrahim dan Israil, dan dari orang-orang yang telah Kami beri petunjuk dan telah Kami pilih. Apabila dibacakan ayat-ayat Allah Yang Maha Pemurah kepada mereka, maka mereka menyungkur dengan bersujud dan menangis. Maka datanglah sesudah mereka, pengganti (yang jelek) yang menyia-nyiakan shalat dan memper-turutkan hawa nafsunya, maka mereka kelak akan menemui kesesatan. Kecuali orang yang bertaubat, beriman dan beramal saleh, maka mereka itu akan masuk surga dan tidak dianiaya (dirugikan) sedikitpun." (terjemah QS. Maryam: 58-60).

Ibnu Katsir menjelaskan, generasi yang adhoo’ush sholaat itu, kalau mereka sudah menyia-nyiakan sholat, maka pasti mereka lebih menyia-nyiakan kewajiban-kewajiban lainnya. Karena shalat itu adalah tiang agama dan pilarnya, dan sebaik-baik perbuatan hamba. Dan akan tambah lagi (keburukan mereka) dengan mengikuti syahwat dunia dan kelezatannya,, senang dengan kehidupan dan kenikmatan dunia. Maka mereka itu akan menemui kesesatan,, artinya kerugian di hari qiyamat.

Adapun maksud lafazh Adho’us sholaat ini, menurut Ibnu Katsir, ada beberapa pendapat. Ada orang-orang yang berpendapat bahwa adho'us sholaat itu meninggalkan sholat secara keseluruhan (tarkuhaa bilkulliyyah). Itu adalah pendapat yang dikatakan oleh Muhammad bin Ka’ab Al-Quradhi, Ibnu Zaid bin Aslam, As-Suddi, dan pendapat itulah yang dipilih oleh Ibnu Jarir. Pendapat inilah yang menjadi pendapat sebagian orang salaf dan para imam seperti yang masyhur dari Imam Ahmad, dan satu pendapat dari As-Syafi’i sampai ke pengkafiran orang yang meninggalkan shalat (tarikus sholah) setelah ditegakkan, iqamatul hujjah (penjelasan dalil), berdasarkan Hadits:
بَيْنَ الْعَبْدِ وَبَيْنَ الشِّرْكِ تَرْكُ الصَّلاَةِ (رواه مسلم في صحيحه برقم: 82 من حديث جابر).
“(Perbedaan) antara hamba dan kemusyrikan itu adalah meninggalkan sholat.” (HR Muslim dalam kitab Shohihnya nomor 82 dari hadits Jabir).

Dan Hadits lainnya:
الْعَهْدُ الَّذِيْ بَيْنَنَا وَبَيْنَهُمْ الصَّلاَةُ، فَمَنْ تَرَكَهَا فَقَدْ كَفَرَ. (رواه الترمذي رقم 2621 والنسائ 1/231 ،وقال الترمذي :هذا حديث حسن صحيح غريب).

“Batas yang ada di antara kami dan mereka adalah sholat, maka barangsiapa meninggalkannya, sungguh-sungguh ia telah kafir.” (Hadits Riwayat At-Tirmidzi dalam Sunannya nomor 2621dan An-Nasaai dalam Sunannya 1/231, dan At-Tirmidzi berkata hadits ini hasan shohih ghorib).
Tafsir Ibnu Katsir, tahqiq Sami As-Salamah, juz 5 hal 243).

Penuturan dalam ayat Al-Quran ini membicarakan orang-orang saleh, terpilih, bahkan nabi-nabi dengan sikap patuhnya yang amat tinggi. Mereka bersujud dan menangis ketika dibacakan ayat-ayat Allah. Namun selanjutnya, disambung dengan ayat yang memberitakan sifat-sifat generasi pengganti yang jauh berbeda, bahkan berlawanan dari sifat-sifat kepatuhan yang tinggi itu, yakni sikap generasi penerus yang menyia-nyiakan shalat dan mengumbar hawa nafsu.

Betapa menghujamnya peringatan Allah dalam Al-Quran dengan cara menuturkan sejarah "keluarga pilihan" yang datang setelah mereka generasi manusia bobrok yang sangat merosot moralnya. Bobroknya akhlaq manusia dari keturunan orang yang disebut manusia pilihan, berarti merupakan tingkah yang keterlaluan. Bisa kita bayangkan dalam kehidupan ini. Kalau ada ulama besar, saleh dan benar-benar baik, lantas keturunannya tidak bisa menyamai kebesarannya dan tak mampu mewarisi keulamaannya, maka ucapan yang pas adalah:. "Sayang, kebesaran bapaknya tidak diwarisi anak-anaknya.” Itu baru masalah mutu keilmuan nya yang merosot. lantas, kata dan ucapan apa lagi yang bisa untuk menyayangkan bejat dan bobroknya generasi pengganti orang-orang suci dan saleh itu? Hanya ucapan “seribu kali sayang” yang mungkin bisa kita ucapkan.
Setelah kita bisa menyadari betapa tragisnya keadaan yang dituturkan Al-Quran itu, agaknya perlu juga kita bercermin di depan kaca. Melihat diri kita sendiri, dengan memperbandingkan apa yang dikisahkan Al-Quran.

Kisah ayat itu, tidak menyinggung-nyinggung orang-orang yang membangkang di saat hidupnya para Nabi pilihan Allah. Sedangkan jumlah orang yang membangkang tidak sedikit, bahkan melawan para Nabi dengan berbagai daya upaya. Ayat itu tidak menyebut orang-orang kafir, bukan berarti tidak ada orang-orang kafir. Namun dengan menyebut keluarga-keluarga pilihan itu justru merupakan pengkhususan yang lebih tajam. Di saat banyaknya orang kafir berkeliaran di bumi, saat itu ada orang-orang pilihan yang amat patuh kepada Allah. Tetapi, generasi taat ini diteruskan oleh generasi yang bobrok akhlaqnya. Ini yang jadi masalah besar.

Dalam kehidupan yang tertera dalam sejarah kita, Muslimin yang taat, di saat penjajah berkuasa, terjadi perampasan hak, kedhaliman merajalela dan sebagainya, ada tanam paksa dan sebagainya; mereka yang tetap teguh dan ta'at pada Allah itu adalah benar-benar orang pilihan. Kaum muslimin yang tetap menegakkan Islam di saat orientalis dan antek-antek penjajah menggunakan Islam sebagai sarana penjajahan, namun kaum muslimin itu tetap teguh mempertahankan Islam dan tanah airnya, tidak hanyut kepada iming-iming jabatan untuk ikut menjajah bangsanya, mereka benar-benar orang-orang pilihan.

Sekalipun tidak sama antara derajat kesalehan para Nabi yang dicontohkan dalam Al-Quran itu, dengan derajat ketaatan kaum Muslimin yang taat pada Allah di saat gencarnya penjajahan itu, namun alur peringatan ini telah mencakupnya. Dengan demikian, bisa kita fahami bahwa ayat itu mengingatkan, jangan sampai terjadi lagi apa yang telah terjadi di masa lampau. Yaitu generasi pengganti yang jelek, yang menyia-nyiakan shalat dan mengikuti hawa nafsunya.

Peringatan yang sebenarnya tajam ini perlu disebar luaskan, dihayati dan dipegang benar-benar, dengan penuh kesadaran, agar tidak terjadi tragedi yang telah menimpa kaum Bani Israel, yaitu generasi jelek, bobrok, meninggalkan shalat dan mengikuti syahwat.

Memberikan hak shalat
Untuk itu, kita harus mengkaji diri kita lagi. Sudahkan peringatan Allah itu kita sadari dan kita cari jalan keluarnya?
Mudah-mudahan sudah kita laksanakan. Tetapi, tentu saja bukan berarti telah selesai. Karena masalahnya harus selalu dipertahankan. Tanpa upaya mempertahankannya, kemungkinan akan lebih banyak desakan dan dorongan yang mengarah pada "adho'us sholat" (menyia-nyiakan atau meninggalkan shalat) wattaba'us syahawaat (dan mengikuti syahwat hawa nafsu).

Suatu misal, kasus nyata, bisa kita telusuri lewat pertanyaan-pertanyaan. Sudahkah kita berikan dan kita usahakan hak-hak para pekerja/ buruh, pekerja kecil, pembantu rumah tangga, penjaga rumah makan, penjaga toko dan sebagainya untuk diberi kebebasan mengerjakan shalat pada waktunya, terutama maghrib yang waktunya sempit? Berapa banyak pekerja kecil semacam itu yang terhimpit oleh peraturan majikan, tetapi kita umat Islam diam saja atau belum mampu menolong sesama muslim yang terhimpit itu?

Bahkan, dalam arena pendidikan formal, yang diseleng-garakan dengan tujuan membina manusia yang bertaqwa pun, sudahkah memberi kebebasan secara baik kepada murid dan guru untuk menjalankan shalat? Sudahkah diberi sarana secara memadai di kampus-kampus dan tempat-tempat pendidikan untuk menjalan-kan shalat? Dan sudahkah para murid itu diberi bimbingan secara memadai untuk mampu mendirikan shalat sesuai dengan yang diajarkan Nabi Muhammad Shallallaahu alaihi wa Salam ?
Kita perlu merenungkan dan menyadari peringatan Allah dalam ayat tersebut, tentang adanya generasi yang meninggalkan shalat dan menuruti syahwat.

Ayat-ayat Al-Quran yang telah memberi peringatan dengan tegas ini mestinya kita sambut pula dengan semangat menang-gulangi munculnya generasi sampah yang menyianyiakan shalat dan bahkan mengumbar syahwat. Dalam arti penjabaran dan pelaksanaan agama dengan amar ma'ruf nahi munkar secara konsekuen dan terus menerus, sehingga dalam hal beragama, kita akan mewariskan generasi yang benar-benar diharapkan, bukan generasi yang bobrok seperti yang telah diperingatkan dalam Al-Quran itu.

Fakir miskin, keluarga, dan mahasiswa
Dalam hubungan kemasyarakatan yang erat sekali hubungannya dengan ekonomi, terutama masalah kemiskinan, sudahkah kita memberi sumbangan sarung atau mukena/ rukuh kepada fakir miskin, agar mereka bisa tetap shalat di saat mukenanya yang satu-satunya basah ketika dicuci pada musim hujan?

Dalam urusan keluarga, sudahkah kita selalu menanya dan mengontrol anak-anak kita setiap waktu shalat, agar mereka tidak lalai?
Dalam urusan efektifitas da’wah, sudahkah kita menghidup-kan jama'ah di masjid-masjid kampus pendidikan Islam: IAIN (Institut Agama Islam Negeri) ataupun STAIN (Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri) yang jelas-jelas mempelajari Islam itu, agar para alumninya ataupun mahasiswa yang masih belajar di sana tetap menegakkan shalat, dan tidak mengarah ke pemikiran sekuler yang nilainya sama juga dengan mengikuti syahwat?
Lebih penting lagi, sudahkah kita mengingatkan para pengurus masjid atau mushalla atau langgar untuk shalat ke masjid yang diurusinya? Bahkan sudahkah para pegawai yang kantor-kantor menjadi lingkungan masjid, kita ingatkan agar shalat berjamaah di Masjid yang menjadi tempat mereka bekerja, sehingga tidak tampak lagi sosok-sosok yang tetap bertahan di meja masing-masing --bahkan sambil merokok lagi-- saat adzan dikuman-dangkan?

Masih banyak lagi yang menjadi tanggung jawab kita untuk menanggulangi agar tidak terjadi generasi yang meninggalkan shalat yang disebut dalam ayat tadi.

Shalat, tali Islam yang terakhir
Peringatan yang ada di ayat tersebut masih ditambah dengan adanya penegasan dari Rasulullah, Muhammad Shallallaahu alaihi wa Salam
لَيَنْقُضَنَّ عُرَا اْلإِسْلاَمِ عُرْوَةً عُرْوَةً فَكُلَّمَا انْتَقَضَتْ عُرْوَةٌ تَشَبَّثَ النَّاسُ بِالَّتِيْ تَلِيْهَا وَأَوَّلُهُنَّ نَقْضًا الْحُكْمُ وَآخِرُهُنَّ الصَّلاَةُ. (رواه أحمد).
“Tali-tali Islam pasti akan putus satu-persatu. Maka setiap kali putus satu tali (lalu) manusia (dengan sendirinya) bergantung dengan tali yang berikutnya. Dan tali Islam yang pertamakali putus adalah hukum(nya), sedang yang terakhir (putus) adalah shalat. (Hadits Riwayat Ahmad dari Abi Umamah menurut Adz – Dzahabir perawi Ahmad perawi).

Hadits Rasulullah itu lebih gamblang lagi, bahwa putusnya tali Islam yang terakhir adalah shalat. Selagi shalat itu masih ditegakkan oleh umat Islam, berarti masih ada tali dalam Islam itu. Sebaliknya kalau shalat sudah tidak ditegakkan, maka putuslah Islam keseluruhannya, karena shalat adalah tali yang terakhir dalam Islam. Maka tak mengherankan kalau Allah menyebut tingkah "adho'us sholah" (menyia-nyiakan/ meninggalkan shalat) dalam ayat tersebut diucapkan pada urutan lebih dulu dibanding "ittaba'us syahawaat" (menuruti syahwat), sekalipun tingkah menuruti syahwat itu sudah merupakan puncak kebejatan moral manusia. Dengan demikian, bisa kita fahami, betapa memuncaknya nilai jelek orang-orang yang meninggalkan shalat, karena puncak kebejatan moral berupa menuruti syahwat pun masih pada urutan belakang dibanding tingkah meninggalkan shalat.

Di mata manusia, bisa disadari betapa jahatnya orang yang mengumbar hawa nafsunya. Lantas, kalau Allah memberikan kriteria meninggalkan shalat itu lebih tinggi kejahatannya, berarti kerusakan yang amat parah. Apalagi kalau kedua-duanya, dilakukan meninggalkan shalat, dan menuruti syahwat, sudah bisa dipastikan betapa beratnya kerusakan.

Tiada perkataan yang lebih benar daripada perkataan Allah dan Rasul-Nya. Dalam hal ini Allah dan Rasul-Nya sangat mengecam orang yang meninggalkan shalat dan menuruti syahwat. Maka marilah kita jaga diri kita dan generasi keturunan kita dari kebinasaan yang jelas-jelas diperingatkan oleh Allah dan Rasul-Nya itu. Mudah-mudahan kita tidak termasuk mereka yang telah dan akan binasa akibat melakukan pelanggaran amat besar, yaitu meninggalkan shalat dan menuruti syahwat. Amien.
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ.
Khutbah Kedua

إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهْ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ صَلَّى اللهُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَسَلَّمَ تَسْلِيْمًا كَثِيْرًا. قَالَ تَعَالَى: يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ. قَالَ تَعَالَى: {وَمَن يَتَّقِ اللهَ يَجْعَل لَّهُ مَخْرَجًا} وَقَالَ: {وَمَن يَتَّقِ اللهَ يُكَفِّرْ عَنْهُ سَيِّئَاتِهِ وَيُعْظِمْ لَهُ أَجْرًا}
ثُمَّ اعْلَمُوْا فَإِنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِالصَّلاَةِ وَالسَّلاَمِ عَلَى رَسُوْلِهِ فَقَالَ: {إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ، يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا}.
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ، وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ، إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ. اَللَّهُمَّ أَرِنَا الْحَقَّ حَقًّا وَارْزُقْنَا اتِّبَاعَهُ، وَأَرِنَا الْبَاطِلَ باَطِلاً وَارْزُقْنَا اجْتِنَابَهُ. رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا. سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُوْنَ، وَسَلاَمٌ عَلَى الْمُرْسَلِيْنَ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ.
عِبَادَ اللهِ، إِنَّ اللهَ يَأْمُرُكُمْ بِالْعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيتَآئِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَآءِ وَالْمُنكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذْكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاسْأَلُوْهُ مِنْ فَضْلِهِ يُعْطِكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ.

GAYA HIDUP ISLAMI DAN GAYA JAHILI

Hadirin jamaah Jum’at yang berbahagia rahimakumullah
Ada dua hal yang umumnya dicari oleh manusia dalam hidup ini. Yang pertama ialah kebaikan (al-khair), dan yang kedua ialah kebahagiaan (as-sa’adah). Hanya saja masing-masing orang mempunyai pandangan yang berbeda ketika memahami hakikat keduanya. Perbedaan inilah yang mendasari munculnya bermacam ragam gaya hidup manusia.

Dalam pandangan Islam gaya hidup tersebut dapat dikelompokkan menjadi dua golongan, yaitu: 1) gaya hidup Islami, dan 2) gaya hidup jahili.
Gaya hidup Islami mempunyai landasan yang mutlak dan kuat, yaitu Tauhid. Inilah gaya hidup orang yang beriman. Adapun gaya hidup jahili, landasannya bersifat relatif dan rapuh, yaitu syirik. Inilah gaya hidup orang kafir.

Setiap Muslim sudah menjadi keharusan baginya untuk memilih gaya hidup Islami dalam menjalani hidup dan kehidupan-nya. Hal ini sejalan dengan firman Allah berikut ini:

Artinya: Katakanlah: “Inilah jalan (agama)ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata, Maha Suci Allah, dan aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik”. (QS. Yusuf: 108).

Berdasarkan ayat tersebut jelaslah bahwa bergaya hidup Islami hukumnya wajib atas setiap Muslim, dan gaya hidup jahili adalah haram baginya. Hanya saja dalam kenyataan justru membuat kita sangat prihatin dan sangat menyesal, sebab justru gaya hidup jahili (yang diharamkan) itulah yang melingkupi sebagian besar umat Islam. Fenomena ini persis seperti yang pernah disinyalir oleh Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam . Beliau bersabda:
لاَ تَقُوْمُ السَّاعَةُ حَتَّى تَأْخُذَ أُمَّتِيْ بِأَخْذِ الْقُرُوْنِ قَبْلَهَا شِبْرًا بِشِبْرٍ وَذِرَاعًا بِذِرَاعٍ. فَقِيْلَ: يَا رَسُوْلَ اللهِ، كَفَارِسَ وَالرُّوْمِ. فَقَالَ: وَمَنِ النَّاسُ إِلاَّ أُولَـئِكَ. (رواه البخاري عن أبي هريرة، صحيح).
Artinya: “Tidak akan terjadi kiamat sebelum umatku mengikuti jejak umat beberapa abad sebelumnya, sejengkal demi sejengkal dan sehasta demi sehasta”. Ada orang yang bertanya, “Ya Rasulullah, mengikuti orang Persia dan Romawi?” Jawab Beliau, “Siapa lagi kalau bukan mereka?” (HR. Al-Bukhari dari Abu Hurairah z, shahih).
لَتَتَّبِعَنَّ سَنَنَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ شِبْرًا بِشِبْرٍ وَذِرَاعًا بِذِرَاعٍ حَتَّى لَوْ دَخَلُوْا جُحْرَ ضَبٍّ تَبِعْتُمُوْهُمْ. قُلْنَا: يَا رَسُوْلَ اللهِ، اَلْيَهُوْدُ وَالنَّصَارَى. قَالَ: فَمَنْ. (رواه البخاري عن أبي سعيد الخدري، صحيح).
Artinya: “Sesungguhnya kamu akan mengikuti jejak orang-orang yang sebelum kamu, sejengkal demi sejengkal dan sehasta demi sehasta, bahkan kalau mereka masuk ke lubang biawak, niscaya kamu mengikuti mereka”. Kami bertanya,”Ya Rasulullah, orang Yahudi dan Nasrani?” Jawab Nabi, “Siapa lagi?” (HR. Al-Bukhari dari Abu Sa’id Al-Khudri z, shahih).

Hadirin jamaah Jum’at rahimakumullah.
Hadits tersebut menggambarkan suatu zaman di mana sebagian besar umat Islam telah kehilangan kepribadian Islamnya karena jiwa mere-ka telah terisi oleh jenis kepribadian yang lain. Mereka kehilangan gaya hidup yang hakiki karena telah mengadopsi gaya hidup jenis lain. Kiranya tak ada kehilangan yang patut ditangisi selain dari kehilangan kepribadian dan gaya hidup Islami. Sebab apalah artinya mengaku sebagai orang Islam kalau gaya hidup tak lagi Islami malah persis seperti orang kafir? Inilah bencana kepribadian yang paling besar.

Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam bersabda:
مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ. (رواه أبو داود وأحمد عن ابن عباس).
Artinya: “Barangsiapa menyerupai suatu kaum, maka ia termasuk golongan mereka” (HR. Abu Dawud dan Ahmad, dari Ibnu Abbas Radhiallaahu anhu hasan).
Menurut hadits tersebut orang yang gaya hidupnya menyerupai umat yang lain (tasyabbuh) hakikatnya telah menjadi seperti mereka. Lalu dalam hal apakah tasyabbuh itu?

Al-Munawi berkata: “Menyerupai suatu kaum artinya secara lahir berpakaian seperti pakaian mereka, berlaku/ berbuat mengikuti gaya mereka dalam pakaian dan adat istiadat mereka”.

Tentu saja lingkup pembicaraan tentang tasyabbuh itu masih cukup luas, namun dalam kesempatan yang singkat ini, tetap mewajibkan diri kita agar memprihatinkan kondisi umat kita saat ini.

Hadirin jamaah Jum’at rahimakumullah
Satu di antara berbagai bentuk tasyabbuh yang sudah membudaya dan mengakar di masyarakat kita adalah pakaian Muslimah. Mungkin kita boleh bersenang hati bila melihat berbagai mode busana Muslimah telah mulai bersaing dengan mode-mode busana jahiliyah. Hanya saja masih sering kita menjumpai busana Muslimah yang tidak memenuhi standar seperti yang dikehendaki syari’at. Busana-busana itu masih mengadopsi mode ekspose aurat sebagai ciri pakaian jahiliyah. Adapun yang lebih memprihatinkan lagi adalah busana wanita kita pada umumnya, yang mayoritas beragama Islam ini, nyaris tak kita jumpai mode pakaian umum tersebut yang tidak mengekspose aurat. Kalau tidak memper-tontonkan aurat karena terbuka, maka ekspose itu dengan menonjolkan keketatan pakaian. Bahkan malah ada yang lengkap dengan dua bentuk itu; mempertontonkan dan menonjolkan aurat. Belum lagi kejahilan ini secara otomatis dilengkapi dengan tingkah laku yang -kata mereka- selaras dengan mode pakaian itu. Na’udzubillahi min dzalik.

Hadirin, marilah kita takut pada ancaman akhirat dalam masalah ini. Tentu kita tidak ingin ada dari keluarga kita yang disiksa di Neraka. Ingatlah, Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam pernah bersabda:
صِنْفَانِ مِنْ أَهْلِ النَّارِ لَمْ أَرَهُمَا؛ قَوْمٌ مَعَهُمْ سِيَاطٌ كَأَذْنَابِ الْبَقَرِ يَضْرِبُوْنَ بِهَا النَّاسَ، وَنِسَاءٌ كَاسِيَاتٌ عَارِيَاتٌ مُمِيْلاَتٌ مَائِلاَتٌ رُؤُوْسُهُنَّ كَأَسْنِمَةِ الْبُخْتِ الْمَائِلَةِ لاَ يَدْخُلْنَ الْجَنَّةَ وَلاَ يَجِدْنَ رِيْحَهَا، وَإِنَّ رِيْحَهَا لَتُوْجَدُ مِنْ مَسِيْرَةِ كَذَا وَكَذَا. (رواه مسلم عن أبي هريرة، صحيح).
Artinya: “Dua golongan ahli Neraka yang aku belum melihat mereka (di masaku ini) yaitu suatu kaum yang membawa cambuk seperti ekor sapi, mereka memukuli manusia dengan cambuk itu. (Yang kedua ialah) kaum wanita yang berpakaian (tapi kenyataan-nya) telanjang (karena mengekspose aurat), jalannya berlenggak-lenggok (berpenampilan menggoda), kepala mereka seolah-olah punuk unta yang bergoyang. Mereka itu tak akan masuk Surga bahkan tak mendapatkan baunya, padahal baunya Surga itu tercium dari jarak sedemikian jauh”. (HR. Muslim, dari Abu Hurairah z, shahih).

Jika tasyabbuh dari aspek busana wanita saja sudah sangat memporak-porandakan kepribadian umat, maka tidak ada alasan bagi kita untuk tinggal diam. Sebab di luar sana sudah nyaris seluruh aspek kehidupan umat bertasyabbuh kepada orang-orang kafir yang jelas-jelas bergaya hidup jahili.

Nah, hadirin rahimakumullah
Sebagai penutup khutbah ini saya mengajak kepada kita semua untuk memperhatikan, merenungi dan mentaati sebuah firman Allah yang artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api Neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkanNya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan”. (QS. At-Tahrim: 6).
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ.
Khutbah Kedua
إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهْ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ صَلَّى اللهُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَسَلَّمَ تَسْلِيْمًا كَثِيْرًا. قَالَ تَعَالَى: يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ. قَالَ تَعَالَى: {وَمَن يَتَّقِ اللهَ يَجْعَل لَّهُ مَخْرَجًا} وَقَالَ: {وَمَن يَتَّقِ اللهَ يُكَفِّرْ عَنْهُ سَيِّئَاتِهِ وَيُعْظِمْ لَهُ أَجْرًا}
ثُمَّ اعْلَمُوْا فَإِنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِالصَّلاَةِ وَالسَّلاَمِ عَلَى رَسُوْلِهِ فَقَالَ: {إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ، يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا}.
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ، وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ، إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ. اَللَّهُمَّ أَرِنَا الْحَقَّ حَقًّا وَارْزُقْنَا اتِّبَاعَهُ، وَأَرِنَا الْبَاطِلَ باَطِلاً وَارْزُقْنَا اجْتِنَابَهُ. رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا. سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُوْنَ، وَسَلاَمٌ عَلَى الْمُرْسَلِيْنَ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ.
وَصَلَّى اللهُ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ. وَأَقِمِ الصَّلاَةَ.

HAMBA ALLAH DAN UMAT NABI MUHAMMAD

Sudah menjadi kewajiban seorang Muslim memiliki dua kesadaran, kesadaran sebagai hamba Allah Ta’ala dan kesadaran sebagai umat Muhammad Rasulullah Shallallaahu alaihi wasallam , Jika kesadaran itu hilang dari jiwa seorang Mukmin maka tindakan dan amalan akan ngawur dan sembrono yang mengakibatkan Allah Ta’ala tidak akan memberi ganjaran apapun yang didapat hanyalah siksa.

Kesadaran pertama, kesadaran kita sebagai hamba Allah Ta’ala yang kita tampakkan dalam setiap aktifitas sehari-hari dalam bahasa agamanya disebut (إِظْهَاُر الْعُبُوْدِيَّةِ) Sebagai misal menampakkan kehambaan kepada Allah. Contohnya jika kita mau makan meskipun seolah-olah padi kita tanam disawah kita sendiri, beras kita masak sendiri maka ketika mau makan disunnahkan berdo’a:
اَللَّهُمَّ بَاِركْ لَنَا فِيْهِ وَأَطْعِمْنَا مِنْهُ. (صحيح الترمذي،
3/158).
“yaa Allah berilah kami keberkahan darinya dan berilah kami makan darinya”

Berarti Allah Ta’ala yang memberi rizki, bukan sawah atau lainnya. Begitu pula kita punya mobil atau kendaraan lainnya, meskipun kita membeli kendaraan dengan usaha sendiri, dengan uang sendiri, namun ketika mau mengendarai disunnahkan berdo’a:
بِسْمِ اللهِ الْحَمْدُ لِلَّهِ سُبْحَانَ اللهِ الَّذِيْ سَخَّرَ لَنَا هَذَا وَمَا كُنَّا لَهُ مُقْرِنِيْنَ وَأَنَّا إِلَى رَبِّنَا لَمُنْقَلِبُوْنَ. (صحيح الترمذي، 3/156).


Ikhwan fillah rahimakumullah
Itulah contoh bahwa setiap saat kita harus nyatakan kehambaan kepada Allah Ta’ala, jika pernyataan itu hilang, maka alamat iman telah rusak di muka bumi ini dan akan hilang kemudian muncul kesombongan dan keangkuhan, hal ini telah terjadi pada zaman Nabi Musa p yang ketika itu pengusanya lalim dan sombong sehingga lupa akan status sebagai hamba, bahkan si raja itu begitu sangat sombongnya sampai ia memproklamirkan dirinya sebagai tuhan, dia menyuruh kepada rakyatnya agar menyembah kepadanya. Dialah raja Fir’aun.

Kenyataan di atas sudah tergambar pada zaman sekarang, begitu banyak orang-orang modern yang seharusnya sebagai hamba Allah Ta’ala namun banyak diantara mereka yang mengalihkan penghambaan kepada harta, wanita dan dunia. Setiap hari dalam benak mereka hanya dijejali dengan berbagai macam persoalan dunia, mencari kenikmatan dan kepuasan dunia saja tanpa memperhatikan kepuasan akhirat padahal kenikmatan akhirat lebih baik dari kenikmatan dunia, bahkan lebih kekal abadi.

Ihwan Fillah rahimakumullah
Allah Ta’ala menciptakan manusia bukan untuk menumpuk harta benda tapi Allah Ta’ala menciptakan manusia dan jin hanya untuk menyembah kepadaNya.
“Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia melainkan hanya untuk beribadah kepadaKu.” (Adz-Dzariyat: 56).
Makna penghambaan kepada Allah Ta’ala adalah mengesakannya dalam beribadah dan mengkhusus-kan kepadaNya dalam berdo’a, tentang hal ini Syekh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin dalam bukunya Syarah Tsalasah Usul, memaparkan persoalan penting yang harus diketahui oleh kaum Muslimin:
اْلأُوْلَى اَلْعِلْمُ وَهُوَ مَعْرِفَةُ اللهِ، مَعْرِفَةُ نَبِيِّهِ وَمَعْرِفَةُ دِيْنِهِ اْلإِسْلاَمِ بِاْلأَدِلَّةِ. الثَّانِيَةُ اَلْعَمَلُ بِهِ. الثَّالِثَةُ اَلدَّعْوَةُ إِلَيْهِ.
“Pertama adalah ilmu, yaitu mengenal Allah, mengenal Rasul dan Dienul Islam dengan dalil dalilnya kedua mengamalkannya ketiga mendakwakannya.”

Ikhwan fillah rahimakumullah.
Syaikh Muhammad At-Tamimi dalam kitab Tauhid, membe-rikan penjelasan bahwa ayat di atas, menunjukkan keistimewaan Tauhid dan keuntungan yang diperoleh di dalam kehidupan dunia dan akhirat. Dan menunjukkan pula syirik adalah perbuatan dzalim yang dapat membatalkan iman jika syirik itu besar, atau mengurangi iman jika syirik asghar (syirik kecil).
Akibat buruk orang yang mencampuradukan keimanan dengan syirik disebutkan Allah Ta’ala:
“Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa syirik tetapi Dia mengampuni segala dosa selain syirik itu bagi siapa yang dikehendaki.”
مَنْ مَاتَ وَهُوَ يَدْعُوْ مِنْ دُوْنِ اللهِ نِدًّا دَخَلَ النَّارَ. (البخاري عن ابن مسعود).
“Barangsiapa yang mati dalam keadaan menyembah selain Allah niscaya masuk kedalam Neraka.”
مَنْ لَقِيَ اللهَ لاَ يُشْرِكُ بِهِ شَيْئًا دَخَلَ الْجَنَّةَ وَمَنْ لَقِيَ يُشْرِكُ بِهِ شَيْئًا دَخَلَ النَّارَ. (مسلم عن جابر).

“Barangsiapa menemui Allah Ta’ala (mati) dalam keadaan tidak berbuat syirik sedikitpun pasti masuk Surga, tetapi barangsiapa menemuinya (mati) dalam keadaan berbuat syirik kepadaNya pasti masuk Neraka.”

Ihwan fillah rahimakumullah.
Demikianlah seharusnya, kaum Muslimin selalu sadar atas statusnya yaitu status kehambaan terhadap Allah Ta’ala. Dan cara menghamba harus sesuai dengan manhaj yang shohih tanpa terbaur syubhat dan kesyirikan. Jadi inti penghambaan adalah beribadah kepada Allah Ta’ala dan tidak melakukan syirik dengan sesuatu apapun.

Kesadaran kedua sebagai ummat Rasulullah Shallallaahu alaihi wasallam

Kesadaran sebagai umat rasul, adalah menyadari bahwa amalan-amalan kita akan diterima oleh Allah Ta’ala dengan syarat sesuai sunnah Rasulullah Shallallaahu alaihi wasallam . Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin menjelaskan konsekuensi mengenal Rasul adalah menerima segala perintahnya bahwa mempercayai apa yang diberitakannya, mematuhi perintahnya, menjahui segala larangn-nya, menetapkan perkara dengan syariat dan ridha dengan putusannya.
Pastilah dari kalangan ahli sunnah waljama’ah sepakat untuk mengimani dan menjalankan apa-apa yang diperintahnya, menjauhi larangannya. Tidak diterima ibadah seseorang tanpa mengikuti sunnah Rasulullah Shallallaahu alaihi wasallam sebagaimana hadits berikut:
مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ. (مسلم).
“Barangsiapa yang mengerjakan suatu amalan dalam agama yang tidak ada perintah dari kami maka ia tertolak.” (HR. Muslim).
مَنْ أَحْدَثَ فِي أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ. (البخاري ومسلم).
“Barangsiapa yang mengada-ada dalam perkara agama kami dan tidak ada perintah dari kami maka ia tertolak.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim).

Melihat hadits di atas, setiap kaum Muslimin dalam aktifitasnya harus merujuk kepada apa yang dibawa oleh Nabi Muhammad Shallallaahu alaihi wa Sallam , baik ucapan, perbuatan maupun taqrir atau ketetapan.

Ihwan fillah Rahimakumullah.
Ingatlah banyak dari kaum Muslimin, yang menyalahi man-haj Rasulullah, dengan mengatasnamakan Islam. Dan kebanyakan mereka tidak mengetahui bahwa perbuatan semacam itu menjadi tertolak karena tidak sesuai dengan sunnah Nabi. Misalnya mereka menyalahi manhaj dakwah Salafus Shalih, Contohnya berdakwah dengan musik, nada dan dakwa, sandiwara, fragmen, cerita-cerita, wayang dan lain-lain.
Begitu juga dengan Assyaikh Abdul Salam bin Barjas bin Naser Ali Abdul Karim dalam bukunya Hujajul Qowiyah menukil perkataan Al-Ajurri dalam kitab As-Syari’ah bahwa Ali Ra dan Ibnu Masu’d berkata:
لاَ يَنْفَعُ قَوْلٌ إِلاَّ بِعَمَلٍ وَلاَ قَوْلٌ وَعَمَلٌ إِلاَّ بِنِيَّةٍ وَلاَ نِيَّةٌ إِلاَّ بِمُوَافَقَةِ السُّنَّةِ.
“Tidak bermanfaat suatu perkataan kecuali dengan perbuatan dan tidak pula perkataan dan perbuatan kecuali dengan niat dan niat pun tidak bermanfaat kecuali sesuai dengan sunnah.”
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ.

Khutbah Kedua
الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِيْ أَرْسَلَ رَسُوْلَهُ بِالْهُدَى وَدِيْنِ الْحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّيْنِ كُلِّهِ وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُوْنَ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَـهَ إِلاَّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ.
فَإِنَّ أَصْدَقَ الْحَدِيْثِ كِتَابُ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ، وَأَحْسَنَ الْهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَشَّرَ الأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ وَكُلَّ ضَلاَلَةٍ فِي النَّارِ.

Dan sebaik-baik perkataan adalah Kitabullah Yang Maha Agung dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad Shallallaahu alaihi wa Sallam , sejelek-jelek urusan adalah perkara yang baru dan setiap perkara yang baru (dalam agama) adalah bid’ah dan setiap bid’ah adalah sesat,setiap kesesatan adalah di Neraka. (HR. An-Nasa’i).

Ihwan Fillah rahimakumullah.
Demikianlah dua kesadaran itu harus di ingat setiap saat karena merupakan sumber petunjuk dalam kehidupan. Dengan menyadari dua kesadaran yaitu menjalankan syariat sesuai manhaj ahlul hadits tanpa tercampur bid’ah dan kesyirikan. Dengan demikian mengikuti manhaj Rasulullah Shallallaahu alaihi wasallam dan manhaj para sahabat sesudahnya yaitu Al-Qur‘an yang diturunkan Allah Ta’ala kepada Rasulnya, yang beliau jelaskan kepada para sahabatnya dalam hadits-hadits shahih Demikianlah dua kesadaran itu harus di ingat setiap saat, yaitu kesadaran menegakan kalimah tauhid berdasarkan manhaj ahlul hadits dan memerintahkan umat Islam agar berpegang teguh kepada keduanya. Sebagai akhir kata kami tutup dengan hadits:

تَرَكْتُ فِيْكُمْ شَيْئَيْنِ لَنْ تَضِلُّوْا بَعْدَهُمَا، كِتَابَ اللهِ وَسُنَّتِيْ وَلَنْ يَتَفَرَّقَا حَتَّى يَرِدَا عَلَى الْحَوْضَ.

“Aku tinggalkan padamu dua perkara yang kalian tidak akan tersesat apabila berpegang teguh kepada keduanya yaitu Kitabullah dan sunnahku. Tidak akan bercerai berai sehingga keduanya mengantarkanku ke telaga (diSurga).” (Dishahikan oleh al-albani dalam kitab Shahihul jami’)

Wallahu A’lamu bis shawab
Akhiru da’wana Walhamdulillahi Rabbil Alamin

إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ، يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ. اَللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ مِنَ الْخَيْرِ كُلِّهِ مَا عَلِمْنَا مِنْهُ وَمَا لَمْ نَعْلَمْ. اَللَّهُمَ أَصْلِحْ أَحْوَالَ الْمُسْلِمِيْنَ وَآمِنْهُمْ فِيْ أَوْطَانِهِمْ. رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.
عِبَادَ اللهِ، إِنَّ اللهَ يَأْمُرُكُمْ بِالْعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيتَآئِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَآءِ وَالْمُنكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذْكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاسْأَلُوْهُ مِنْ فَضْلِهِ يُعْطِكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ.




KENIKMATAN YANG AGUNG DAN SEMPURNA

Ma’ asyirol Muslimin Rahimakumullah
Segala puji hanya untuk Allah Rabbul ‘Alamin. Tiada Dzat yang patut disembah, diibadahi, dipuji dan ditaati , Dialah Al-Khaliq yang telah menurunkan Islam sebagai aturan yang adil, agung lagi mulia yang merupakan rahmat dan nikmat bagi seluruh alam. Shalawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan oleh Allah kepada penutup para nabi dan Rasul Muhammad Shallallaahu alaihi wa Salam beserta keluarga, sahabat-sahabat, dan para pengikutnya yang setia berjuang untuk menyebarkan risalah Islam keseluruh penjuru dunia.

Hadirin Jama’ah Jum’ah yang berbahagia
Nikmat yang sangat besar yang harus kita syukuri adalah iman dan Islam serta diciptakannya alam semesta untuk manusia, kemudian dipilihnya planet bumi sebuah planet yang nyaman untuk kita tempati, dan dibuatNya untuk alam semesta, termasuk manusia, suatu sunnatullah yang tidak pernah berubah, sebagaimana firmanNya:

“... Dan kamu sekali-kali tidak akan menjumpai perubahan pada sunnatulllah.” (QS. Al-Ahzab: 62) dan juga firmanNya:
“... Dan tidak akan kamu dapati suatu perubahan pada ketetapan kami itu.” (QS. Al-Isra’: 77)
Jika kita renungkan, planet bumi yang mengelilingi surya berenang dalam lintasan ellips, merengggang 147 juta km dan maksimal 152 juta km dengan kecepatan 29.79 km/detik, melahap tahun demi tahun dengan kecepatan 11,18 km/detik memulas siang dan malam . Andaikan saja tidak ada ketetapan /keteraturan dalam sunnatullah ini atau bumi dan planet lainnya tidak mau taat pada aturanNya, seperti kebanyakan sifat manusia, niscaya imbang centripental dan centrifugalnya(gaya/tarikan kedalam dan keluar) akan tersita fatal, lantas bumi akan anjlok ke perihelion dan ephelion lain, yang bisa menyulap bumi akan menjadi gersang ataupun beku sehingga menjadi pemukiman yang tidak membetahkan insan. Sungguh segala puji bagi Allah yang membuat sunnatullah ini bersifat tetap.

Jama’ah Jum’ah yang berbahagia.
Kita juga melihat keteraturan alam semesta ini pada dunia hewan dan tumbuh-tumbuhan. Mereka senantiasa tunduk kepada aturan-aturanNya, mereka senantiasa konsisten dengan aturan-aturan yang diciptakan untuk mereka. Ketika Allah telah membuat hidup mereka berpasang-pasangan, hampir tidak pernah kita jumpai, bahkan dalam sebuah kandang sekalipun tidak ada hewan jantan kawin dengan hewan jantan atau sebaliknya. Mereka semua tunduk dan bertasbih kepada Allah sebagaimana firmanNya:
“Senantiasa bertasbih kepada Allah apa yang ada dilangit dan apa yang ada dibumi. Raja Yang Maha Suci,Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. Al-Jumu’ah: 1).

Akan tetapi wahai kaum muslimin yang mulia, manusia yang diberi kelebihan nikmat yang paling utama berupa akal, ternyata tidaklah cukup dengan aturan-aturan alam ini saja. Manusia dengan akal dan potensi hidup lainnya berupa kebutuhan jasmani,naluri dan hawa nafsunya ternyata bisa dan mampu melakukan penyimpangan dari aturan-aturan Allah, sehingga hal yang tidak kita temui dalam kandang ayam sekalipun justru saat ini kita temui pada kehidupan manusia, kita dapati pria kawin dengan pria, wanita kawin dengan wanita, bahkan manusia kawin dengan alat yang dibuatnya sendiri. Dari akibat ulah manusia semacam inilah kita bisa menyaksikan kerusakan yang dahsyat baik itu berupa penyakit kelamin, kerusakan moral dan kerusakan lain yang terjadi di darat maupun di laut.

Wahai kaum muslimin rahimakumullah!
Merupakan kenikmatan yang agung, sempurna dan satu-satunya yang akan menjamin tercapainya kebahagiaan hidup manusia, baik di dunia maupun di akhirat, yang jika kita bandingkan dengan nikmat alam semesta ini, niscaya alam semesta dan dunia ini tidak berarti apa-apa, itu adalah nikmat Iman dan Islam, sebagaimana firmanNya:
“Pada hari ini telah Aku sempurnakan untukmu Ad-Dien (agama/jalan hidup)mu, dan telah Kucukupkan kepadamu nikmatKu dan telah Aku ridlai Islam menjadi dien-mu.” (QS. Al-Maidah:3)

Jama’ah Jum’ah rahimakumullah
Islam dengan aqidah dan syari’ahnya,merupakan aturan sekaligus jalan hidup yang dibuat Allah, pencipta manusia. Dzat yang Maha Mengetahui, Maha Adil dan Bijaksana yang tidak saja mengatur manusia dengan diriNya (dalam hal aqidah dan ibadah) tetapi juga mengatur hubungan manusia dengan manusia yang lainnya dalam hal mu’amalah dan ‘uqubat (hukuman). Oleh sebab itu Islam merupakan karunia dan nikmat Allah, hanya dengannyalah dapat tercapai keserasian dan kebahagiaan hidup manusia. Tidak ada aturan lain yang bisa memanusiakan manusia semanusiawi mungkin selain aturan dari Pencipta manusia, karena siapa yang lebih tahu hakikat manusia selain Pencipta manusia?.

Ma’asyirol muslimin rahimakumullah
Sungguh agung dan besar nikmat yang telah diberikan Allah kepada kita berupa Islam dan sesungguhnya kita wajib mensyukurinya yaitu dengan menggunakan syariat Islam untuk mengatur aktivitas kita dalam kehidupan sehari-hari. Allah berfirman:
“Wahai orang-orang yang beriman,masuklah kedalam Islam secara keseluruhan dan janganlah kalian maengikuti jejak langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu adalah musuhmu yang nyata.” (QS. Al-Baqarah: 208)

Dan jika kita menginginkan nikmatNya dengan melecehkan aturan-aturanNya baik sebagian apalagi keseluruhan, sungguh kehinaan hidup di dunia dan azab Allah di akhirat yang akan kita terima, sebagaimana firman Allah dalam surat Ibrahim ayat 7:
“Jika kalian bersyukur (terhadap nikmatKu) niscaya Aku tambah nikmatKu kepadamu dan jika kalian mengingkari (nikmat-Ku) niscaya azabKu sangat pedih.”
Dan dalam ayat lain Allah menegaskan:
“Dan barangsiapa yang berpaling dari peringatanKu, maka sungguh baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan mengumpulkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta.” (QS. Thaaha: 124).

Kaum muslimin rahimakumullah.
Dengan nikmat Allah yang berupa akal dan indra, marilah kita bersama-sama merenungkan kemudian kita bersyukur, betapa matahari yang besarnya 1.303.600 x bumi (satu juta tiga ratus tiga ribu enam ratus kali besar kali bumi) hanyalah ibarat setitik debu dalam galaksi (gugus bintang) Bima Sakti,maka bumi ibarat super debu yang hanya dapat dilihat di bawah mikroskop dan manusia adalah super-super debu yang tertata dari sari tanah, yang terjelma dari nutfah yang terpancar. Sungguh betapa besar jagat raya ini, dan batapa Maha Besar Pencipta jagat ini dan sungguh betapa kecilnya manusia bila dibandingkan dengan jagat raya ini, betapa sempurnanya Allah telah menurunkan ayat-ayat yang tersirat dalam alam semesta maupun yang tersurat dalam kitabNya, betapa tinggi dan luasnya ilmu Allah dan betapa kecil dan kerdil manusia, sehingga nikmat yang berupa akal ini justeru digunakan untuk mengkufuri nikmat yang lebih besar yaitu Islam, dengan akalnya kadang-kadang manusia merasa lebih tahu dari Allah, merasa sombong dan ujub. Sehingga merasa mampu untuk membuat aturan untuk mengatur dirinya sendiri, mengatur keluarganya dan orang sekelilingnya seraya berpaling dari ayat-ayat Allah, berpaling dari Islam, berpaling dari syari’atNya. Padahal jagat raya yang besar dan luas saja tunduk pada aturanNya, mengapa kadang-kadang menusia berpaling?, bukankah Allah telah berfirman:

“Dan siapakah yang lebih zhalim dari pada orang yang telah diperingatkan dengan ayat-ayat dari Tuhanmu, lalu dia berpaling darinya dan melupakan apa yang telah dikerjakan dua tangannya. Sungguh kami telah meletakkan tutupan di atas hati mereka, dan meskipun kamu menyeru mereka kepada petunjuk, niscaya mereka tidak akan mendapat petunjuk selama-lamanya.” (QS. Al-Kahfi:57)
Sungguh sangat rugi orang-orang yang berpaling dari syari’atNya, keseluruhan ataupun sebagian dan sungguh beruntung dan berbahagialah orang–orang yang senantiasa menjalani kehidupannya seraya menyesuaikan dengan perintah dan laranganNya, bahkan Allah telah menjamin suatu bangsa yang penduduknya beriman dan bertaqwa yakni menjalankan segala perintahNya dan menjauhi segala laranganNya, dengan firmanNya:
“Jikalau sekiranya penduduk negeri negeri beriman dan bertaqwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.” (QS. Al-A’raf: 96).
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ بِاْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ، وَتَقَبَلَّ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ. وَقُلْ رَبِّ اغْفِرْ وَارْحَمْ وَأَنْتَ خَيْرُ الرَّاحِمِيْنَ.
Khutbah Kedua
إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهْ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ صَلَّى اللهُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَسَلَّمَ تَسْلِيْمًا كَثِيْرًا. قَالَ تَعَالَى: يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ. قَالَ تَعَالَى: {وَمَن يَتَّقِ اللهَ يَجْعَل لَّهُ مَخْرَجًا} وَقَالَ: {وَمَن يَتَّقِ اللهَ يُكَفِّرْ عَنْهُ سَيِّئَاتِهِ وَيُعْظِمْ لَهُ أَجْرًا}
ثُمَّ اعْلَمُوْا فَإِنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِالصَّلاَةِ وَالسَّلاَمِ عَلَى رَسُوْلِهِ فَقَالَ: {إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ، يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا}.
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ، وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ، إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ. اَللَّهُمَّ أَرِنَا الْحَقَّ حَقًّا وَارْزُقْنَا اتِّبَاعَهُ، وَأَرِنَا الْبَاطِلَ باَطِلاً وَارْزُقْنَا اجْتِنَابَهُ. رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا. سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُوْنَ، وَسَلاَمٌ عَلَى الْمُرْسَلِيْنَ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ.
وَصَلَّى اللهُ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ. وَأَقِمِ الصَّلاَةَ.